Tak Ada Alasan Buat IHSG Melemah, Mayoritas Bursa Asia Cerah!

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Kamis, 27/10/2022 08:50 WIB
Foto: Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka menguat pada perdagangan Kamis (27/10/2022), di mana investor memantau sejumlah rilis data penting di kawasan tersebut pada hari ini.

Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka melejit 2,64%, Shanghai Composite China menguat 0,32%, Straits Times Singapura naik tipis 0,08%, ASX 200 Australia melesat 0,92%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,73%.

Namun untuk indeks Nikkei 225 Jepang dibuka turun tipis 0,09%. Bahkan sekitar pukul 08:00 WIB, Nikkei sempat ambles lebih dari 1%.


Dari Korea Selatan, data awal dari pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2022 telah dirilis pada hari ini. Hasilnya ada yang lebih baik dari periode sebelumnya dan prediksi pasar.

Secara basis kuartalan, bank sentral Korea Selatan (Bank of Korea/BoK) melaporkan data awal Produk Domestik Bruto (PDB) Korea Selatan periode kuartal III-2022 tumbuh 0,3%, melambat dari periode kuartal II-2022 yang tumbuh 0,7%. Namun, angka ini masih lebih baik dari prediksi pasar yang memperkirakan PDB Negeri Ginseng hanya tumbuh 0,1%.

Sedangkan secara tahunan, PDB Korea Selatan tumbuh 3,1% pada kuartal III-2022, lebih baik dari periode kuartal III-2021 yang tumbuh 2,9% dan juga lebih tinggi dari perkiraan pasar yang tumbuh 2,5%.

Melambatnya PDB Korea Selatan secara basis kuartalan terjadi karena ekspor yang buruk mengimbangi pengeluaran yang tertahan oleh konsumen dan perusahaan.

Meskipun tetap berada dalam pertumbuhan positif, rincian angka menunjukkan ekonomi terbesar keempat di Asia itu kehilangan momentum dengan cepat dalam menghadapi permintaan global yang mendingin, gelombang pengetatan kebijakan di seluruh dunia dan inflasi yang tinggi.

Ekspor Korea Selatan menyeret ekonomi turun 1,8%, karena impor tumbuh jauh lebih cepat daripada ekspor. Hal tersebut mengimbangi konsumsi swasta yang terpendam dan investasi perusahaan dalam fasilitas produksi setelah sebagian besar pembatasan Covid-19 dihapus.

Data tersebut muncul di tengah spekulasi pasar bahwa BoK mulai mempertimbangkan untuk memperlambat laju pengetatan kebijakan moneter, setelah menaikkan suku bunga hingga 250 basis poin (bp) sejak Agustus tahun lalu.

BoK menaikkan suku bunga lebih besar dari biasanya yakni 50 bp pada awal bulan ini dan menandai lebih banyak lagi yang akan datang, tetapi pemungutan suara terpisah mendorong beberapa komentar bahwa BoK dapat memoderasi laju pengetatan di masa depan.

Sedangkan di China, data keuntungan industri pada September lalu akan dirilis pada hari ini dan di Jepang, bank sentral (Bank of Japan/BoJ) akan memulai pertemuan dua hari tentang kebijakan moneter pada hari ini.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung menguat terjadi di tengah melemahnya mayoritas bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan Rabu kemarin, karena perilisan kinerja keuangan beberapa emiten teknologi di AS yang mengecewakan.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup naik tipis 0,01% ke posisi 31.839,11. Namun, indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite ditutup di zona merah. S&P 500 ditutup melemah 0,74% ke 3.830,6 dan Nasdaq ambruk 2,04% menjadi 10.970,99.

Saham perusahaan induk Google, Alphabet merosot hingga 9,1% setelah melaporkan kinerja keuangan di bawah ekspektasi, baik dari sisi pendapatan maupun laba.

Kinerja Alphabet menambah daftar kinerja mengecewakan sejumlah perusahaan besar teknologi di Amerika Serikat yang menyasar iklan digital pada kuartal III ini.

Microsoft juga melaporkan kinerja keuangan setelah perdagangan Selasa kemarin berakhir. Hasilnya sama, di bawah ekspektasi pasar, sahamnya pun merosot 7,7%.

Selain itu, pasar di AS cenderung wait and see jelang rilis data PDB AS periode kuartal III-2022 pada malam hari ini waktu Indonesia.

PDB AS diprediksi akan tumbuh 2% di kuartal III-2022. Artinya, Amerika Serikat akan lepas dari resesi.

PDB Amerika Serikat sebelumnya mengalami kontraksi dua kuartal beruntun, sehingga secara teknis disebut mengalami resesi.

Pertumbuhan yang terjadi di kuartal III-2022 tidak serta merta akan disambut baik oleh pelaku pasar. Apalagi jika pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari ekspektasi. Sebab, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan terus agresif menaikkan suku bunga.

Berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 50% suku bunga The Fed berada di level 4,75% - 5% pada Februari 2023.

Namun ada secercah harapan The Fed bakal mengurangi agresivitasnya. Sebelumnya Wall Street Journal (WSJ) melaporkan beberapa pejabat The Fed mulai mengisyaratkan keinginan mereka untuk memperlambat laju kenaikan segera.

"Artikel Wall Street Journal yang menyebutkan laju kenaikan suku bunga sedang dipertimbangkan oleh para pelaku pasar," kata Daniel Ghali, ahli strategi komoditas di TD Securities, dikutip dari Reuters Jumat lalu.

Presiden The Fed San Francisco, Mary Daly mengatakan bahwa The Fed harus menghindari menempatkan ekonomi AS ke dalam "penurunan paksa" dengan pengetatan yang berlebihan. Ia menambahkan bahwa The Fed mendekati titik di mana laju kenaikan suku bunga harus diperlambat.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bursa Asia Anjlok Usai Trump Umumkan Tarif Impor Jepang-Korsel