Ketidakpastian Ekonomi Pengaruhi Penerapan ESG? Ini Kata BRI
Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah ketidakpastian ekonomi global, seperti resesi dan gejolak politik melahirkan tantangan tersendiri pada penerapan Environmental, Social, and Governance (ESG) berbagai perusahaan di dunia. Adjunct Lecturer in Public Policy Harvard Kennedy School, Jay K. Rosengard mengungkapkan akibat adanya ketidakpastian ekonomi, terdapat dua masalah utama dalam mengimplementasikan aspek ESG bagi perusahaan.
Kendala yang pertama adalah masalah pengukuran. Sederhananya, perusahaan dapat memanipulasi data soal ESG. Hal ini dapat terjadi karena bisa saja perusahaan sedang mengalami krisis sehingga kesulitan melakukan program ESG, namun tetap ingin dilihat bahwa mereka terus berkomitmen pada aspek ESG.
"Hal yang anda dapatkan adalah manipulasi data dan green washing ESG. Orang-orang tidak akan mengubah perilaku dan aksi mereka, namun mereka akan mempromosikan bisnis mereka dengan mengatakan bahwa mereka telah melakukannya," ujarnya dalam G20 Financial Inclusion Talks, Senin (24/10/2022).
Kemudian, kendala yang lainnya adalah ada perusahaan yang mengaku telah menghasilkan hal positif ESG, namun pada kenyataannya menimbulkan masalah baru.
Misalnya, menutup tambang batu bara sangat baik untuk lingkungan, tetapi berdampak bagi para penambang batu bara karena mereka akan kehilangan pekerjaan mereka.
"Atau membuat mobil listrik seperti Tesla itu mungkin baik untuk lingkungan tetapi tidak baik untuk tata kelola Tesla. Ini menjadi sebuah kontradiksi," jelas Jay.
Jay mengungkapkan, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi salah satu perusahaan di Indonesia dengan penerapan prinsip ESG yang baik. Ini karena BRI dapat mengukur secara sistematis berapa emisi karbon yang dihasilkan dari aktivitas perusahaan, berapa karbon yang diserap, hingga berapa emisi karbon yang dapat ditahan.
Dia menambahkan,setelah bisa mengukur karbon, penting juga agar perusahaan berkomitmen mengimplementasikan ESG dengan cara tertentu. BRI sendiri menerapkan hal ini melalui BRI menanam.
Jay mengungkapkan program BRI menanam ini memiliki keuntungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah karena jika seseorang menanam pohon buah, maka orang berpenghasilan rendah akan mendapatkan aset, dan menjadi 'harta' berharga mereka selama mereka tetap menanamnya.
Ini juga karena mereka akan memiliki pendapatan dari hasil buahnya, serta pada saat yang sama juga berkontribusi pada dekarbonisasi.
"Jadi sekali lagi, anda tidak akan mengubah perilaku seseorang, orang-orang menyukai pohon, mereka akan merawatnya. Jadi, anda membangun perilaku tradisional dan hanya memberikan sedikit dorongan," pungkasnya.
(rah/rah)