Rupiah Ngamuk Tembus Rp 15.550/US$, BI Buka Suara!
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada Pembukaan perdagangan Senin (24/10/2022), rupiah diperdagangkan fluktuatif, di dekat level Rp 15.600/US$. Bank Indonesia (BI) buka suara.
Mengacu pada data Refinitiv, rupiah menguat tajam pada pembukaan perdagangan sebesar 0,51% ke Rp 15.550/US$. Kemudian, rupiah memangkas penguatannya menjadi hanya 0,26% ke Rp 15.590/US$ pada pukul 11:10 WIB.
Deputi Gubernur BI Doni P. Joewono menegaskan BI selaku otoritas moneter akan selalu berada di pasar untuk melakukan intervensi. Pasalnya, rupiah yang terus melemah justru akan menimbulkan imported inflation.
Secara sederhana, imported inflation dimaknai sebagai kenaikan harga barang dan jasa di dalam negeri karena naiknya biaya produk-produk impor.
"Kami jaga stabilitas nilai tukar, kami selalu berada di pasar untuk intervensi. Kenapa? Karena nilai tukar sebabkan imported inflation. Ini coba kami jaga agar bahan-bahan impor tidak tinggi," jelas Doni.
Harga barang yang cukup sensitif dari pelemahan rupiah dan berdampak banyak adalah tempe dan tahu. Mengingat, bahan baku keduanya, kedelai adalah salah satu komoditas pangan yang pemenuhan pasokannya masih mengandalkan negara lain.
Impor kedelai cukup tinggi setiap tahunnya.Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), selama tahun 2021 impor kedelai Indonesia mencapai 2,5 juta ton.
Tak hanya volumenya yang besar, nilai impor kedelai juga meningkat tajam yakni mencapai US$ 1,48 miliar atau Rp 21,32 triliun (kurs Rp 14.408/US$). Realisasi ini meningkat 14,4% dibandingkan nilai impor sepanjang tahun 2020 yang tercatat US$ 1 miliar.
Barang sehari-hari yang harganya juga berpotensi naik adalah handphone dan laptop, karena ketergantungan yang tinggi pada impor.
Contohnya, saja sepanjang Januari-Juni 2021, Indonesia dibanjiri impor HP dan laptop, sebagian besar dari China, sebesar masing-masing US$ 505 juta dan US$698 juta.
Barang sehari-hari yang juga berpotensi naik adalah makanan sereal, yang mayoritas diperoleh dari impor. Nilanya pada Agustus lalu mencapai US$467 juta.
Demikian pula harga produk susu dan mentega, yang nilai impornya pada Agustus mencapai US$242juta. Ini belum termasuk produk daging premium yang dijajakan di café dan restoran.
(haa/haa)