
Breaking News: Rupiah Tembus Rp 15.600/US$!

Jakarta, CNBC Indonesia -Nilai tukar rupiah sempat stagnan sebelum akhirnya tak berdaya melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pada pertengahan perdagangan Jumat (21/10/2022). Kini, Mata Uang Garuda telah menyentuh level Rp 15.600/US$.
Mengacu pada data Refinitiv, rupiah stagnan pada pembukaan perdagangan di Rp 15.570/US$. Sayangnya, rupiah kembali tertekan sebesar 0,19% ke Rp 15.600/US$ pada pukul 11:10 WIB. Posisi tersebut menjadi yang terendah sejak 15 April 2020.
Pelemahan Mata Uang Garuda terjadi setelah Bank Indonesia (BI) pada Kamis (20/10) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75%. Hal tersebut sejalan dengan perkiraan mayoritas ekonom di Tanah Air.
Sementara itu untuk suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 5,50%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang terlalu tinggi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3% plus minus 1% lebih awal ke paruh pertama 2023.
"Juga memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan akibat semakin kuatnya mata uang dolar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah permintaan domestik yang menguat," tambah Perry.
BI memperkirakan bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan terus menaikkan suku bunga acuan hingga suku bunga berada di 4,5% pada tahun ini dan 4,75% pada tahun depan.
Situasi ini merupakan salah satu yang akan membuat dunia bergejolak ke depannya. AS perlu menaikkan suku bunga acuan untuk meredam lonjakan inflasi dalam beberapa waktu terakhir. Konsekuensinya adalah ekonomi negeri Paman Sam tersebut akan melambat hingga resesi.
"Perlambatan terutama terjadi di AS, yang perkiraan tahun depan 1,2% dari tahun ini 2,5%. Eropa 0,7% demikian juga di negara lain termasuk juga di Tiongkok," jelasnya.
Agresivitas AS, kata Perry juga berdampak terhadap mata uang. Dolar AS dimungkinkan terus menguat dan memukul mata uang negara lain.
Terkoreksinya rupiah tampaknya dipicu oleh penguatan indeks dolar AS di pasar spot. Pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS bergerak menguat 0,13% ke posisi 113,03.
Keperkasaan indeks dolar AS turut ditopang oleh naiknya imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun dan mencapai posisi puncaknya sejak Juni 2008 di 4,243%. Sementara yield obligasi tenor 2 tahun di 4,623% dan menjadi yang tertinggi sejak 15 tahun.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa pelaku pasar cemas akan situasi ekonomi, sehingga beralih pada aset yang lebih aman seperti obligasi. Selain itu, indeks dolar AS juga diuntungkan karena menyandang status mata uang safe haven.
Tidak heran, permintaan akan dolar AS pun meningkat membuat si greenback kembali perkasa.
Keperkasaan indeks dolar AS, juga menekan seluruh mata uang di Asia. Baht Thailand dan yuan China menjadi mata uang yang tertekan paling dalam, di mana melemah sebanyak 0,6% dan 0,46% melawan dolar AS.
Urutan ketiga, terdapat dolar Taiwan yang terkoreksi 0,26% terhadap dolar AS. Selanjutnya rupiah dan ringgit Malaysia melemah yang masing-masing sebesar 0,19% terhadap dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Nasib Suku Bunga Fed Bisa Makin Jelas Besok, Rupiah KO Lagi?