Sudah 2 Hari Data PDB China Belum Rilis, RI Perlu Waspada?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Kamis, 20/10/2022 19:21 WIB
Foto: REUTERS/THOMAS PETER

Jakarta, CNBC Indonesia - Data pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) China masih belum juga dirilis hingga Kamis (20/10/2022). Artinya, sudah dua hari rilis tersebut tertunda.

Yang menjadi masalah, tidak ada penjelasan dari Biro Statistik Nasional China (NBS) kenapa dilakukan penundaan dan sampai kapan. Yang pasti, penundaan tersebut terjadi saat Kongres Partai Komunis China berlangsung.

Penundaan tanpa alasan tersebut membuat investor was-was, sebab perekonomian China sedang diliputi 'kegelapan'.


"Ini (penundaan rilis PDB) akan menyebabkan ketidakpastian dan kehati-hatian investor, sebab tidak ada penjelasan terkait penundaan tersebut," kata Ken Cheung, kepala analis valuta asing di Mizuho Bank, sebagaimana dilansir Japan Times, Senin (17/10/2022).

Kekhawatiran investor tercermin dari pergerakan yuan China dan indeks Shanghai Composite yang terus melemah. Pada hari ini yuan sempat melemah 0,28%, sementara indeks Shanghai Composite turun 0,3%.

Perekonomian China diperkirakan akan mencatat kinerja terburuk dalam hampir 5 dekade terakhir. Penyebabnya, datang dari dalam dan luar negeri.

Survei terbaru dari Reuters yang melibatkan 40 ekonom menunjukkan perekonomian China diperkirakan tumbuh 3,2% di 2022, jauh di bawah target pemerintah 5,5%.

Jika tidak memperhitungkan tahun 2020, ketika dunia dilanda pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19), maka pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tersebut menjadi yang terendah sejak 1976. Pada 2020 lalu, PDB China tumbuh 2,2% saja, tetapi hal yang sama juga melanda dunia.

Pelambatan ekonomi China bisa berdampak buruk bagi Indonesia.

Ekonom Senior Chatib Basri juga mengatakan Indonesia lebih perlu khawatir dengan China ketimbang Amerika Serikat.

"Saya itu sebetulnya, lebih khawatir dengan (dampak) ekonomi China, dibandingkan dengan ekonomi AS terhadap kita karena kalau China kena itu ekspor kita (Indonesia) kena beneran," kata Chatib dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, dikutip Senin (10/10/2022).

Bisa dibayangkan, lanjutnya, ekspor yang dibanggakan Indonesia seperti, nikel dan besi baja akan turun.

"Kalau China slowdown, dia enggak perlu besi baja. Buat apa besi baja kan?"

Saat ini, Chatib menyampaikan bahwa ekonomi China tengah menuju 'new normal'. Menurutnya, China tidak bisa tumbuh double digit ke depannya.

Jika ini terjadi, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya tentunya menghadapi tantangan berat.

"Mungkin long term growth-nya di sekitar 4%, jauh, (tapi) itu yang harus diantisipasi. Saya gak bicara tahun ini, tapi long term growth-nya bisa ke arah sana," ungkapnya.

Tanda-tanda penurunan ekspor ke China sudah terlihat.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekspor ke China pada September sebesar US$ 6,156 miliar, turun dari bulan sebelumnya US$ 6,162 miliar, atau turun 0,1% saja.

Meski demikian, jika terus berlanjut tentunya akan berdampak buruk mengingat China adalah pasar ekspor terbesar Indonesia. Pada periode Januari - September nilainya mencapai US$ 45,238 miliar, atau nyaris 22% dari total ekspor Indonesia.

Perekonomian Indonesia juga menjadi terancam mengalami pelambatan. Sebab jika dilihat sejak tahun 2000, pergerakan PDB Indonesia cenderung mirip China

Maklum saja, China bukan hanya pasar ekspor terbesar Indonesia, tetapi juga sebaliknya. Impor dari negara pimpinan Presiden Xi Jinping ini tercatat nyaris 34% dari total impor Indonesia, paling besar dibandingkan negara lainnya.

China menjadi mitra strategis Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pentingnya Mendongkrak Pajak Menopang Kemandirian Ekonomi RI