Makin Hari Makin Ngeri Nih! Rupiah Sudah Tembus 15.485/US$

Market - Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
17 October 2022 15:13
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki) Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali melanjutkan penurunan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (17/10/2022). Dengan ini mata uang Garuda memperpanjang tren negatif setelah sebelumnya melemah dalam lima pekan beruntun. 

Mengacu pada data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah sudah melemah 0,26% ke Rp 15.465/US$. Pukul 11.00 WIB rupiah terpantau masih tak berdaya melawan dolar AS, dan terpantau melemah 0,3% ke Rp 15.472/US$.

Di penutupan perdagangan rupiah tembus ke Rp 15.485/US$ melemah 0,39% di pasar spot, sekaligus menjadi posisi baru terlemah dalam 2,5 tahun terakhir. Dengan ini, rupiah nyaris jatuh ke jurang 15.500/US$.

Tekanan bagi rupiah masih saja dihantui sentimen negatif eksternal. Bank sentral AS (The Fed) yang akan terus agresif menaikkan suku bunga, serta isu resesi dunia menjadi dua hal yang begitu kompleks, sukses membuat rupiah kian tertekan.

Begitu pula indeks dolar AS yang terus stabil dekat dengan rekor tertingginya. Di sepanjang tahun ini, indeks dolar AS telah melesat 17,82% terhadap enam mata uang dunia lainnya.

Saat ini, pasar cenderung gelisah sepanjang pekan lalu karena investor menimbang data inflasi baru yang akan menginformasikan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) karena terus menaikkan suku bunga untuk mendinginkan kenaikan harga.

Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan IHK utama AS mencapai ke 8,2% (year-on-year/yoy) pada September lalu.

Laju inflasi memang lebih rendah dibandingkan pada Agustus yang tercatat 8,3% (yoy) tetapi masih di atas ekspektasi pasar yakni 8,1% (yoy).

Secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi tercatat 0,4% pada September atau meningkat dibandingkan pada Agustus yang tercatat 0,1%. Inflasi inti menyentuh 6,6 % (yoy) pada September, level tertingginya sejak 1982 atau 40 tahun terakhir.

Dengan inflasi yang masih tinggi, maka pasar berekspektasi bahwa The Fed masih akan bersikap hawkish untuk menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan selanjutnya untuk meredam inflasi.

Mengacu pada FedWatch, sebanyak 97,2% para pelaku pasar memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bp) dan membawa tingkat suku bunga Fed ke kisaran 3,75%-4%.

Keagresifan The Fed diprediksi akan membawa perekonomian Negara Adidaya tersebut masuk ke zona resesi dan tentunya akan berdampak pada negara-negara lain di dunia. AS merupakan perekonomian terbesar di dunia.

Jika negara dengan ekonomi terbesar di dunia ini tertekan, maka akan bisa dipastikan mengganggu perekonomian global.

Dari dalam negeri, Pekan ini akan menjadi pekan yang penting untuk pasar keuangan Tanah Air. Pasalnya, pada Kamis (20/10/2022) mendatang, Bank Indonesia (BI) dijadwalkan akan mengumumkan keputusan kebijakan moneter terbarunya.

Konsensus analis Trading Economics memproyeksikan bahwa BI akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 bps dan akan membawa tingkat suku bunga BI ke 4,5% dari sebelumnya di 4,25%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Artikel Selanjutnya

Jurus Perry Warjiyo & BI Jaga Rupiah Dari Amukan Dolar AS


(aum/aum)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading