Indeks Dolar AS Jeblok, Rupiah Cuma Menguat Tipis

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 October 2022 09:07
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Jumat (14/10/2022). Indeks dolar AS yang merosot pada perdagangan Kamis membuat rupiah mampu menguat.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,03% ke Rp 15.355/US$ di pasar spot. 

Indeks dolar AS jeblok hingga 0,84% ke 112.36 pada perdagangan Kamis kemarin setelah inflasi di Amerika Serikat turun dalam 3 bulan beruntun memunculkan harapan tekanan kenaikan harga mulai mereda.

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) dilaporkan tumbuh 8,2% year-on-year (yoy) pada September lalu, lebih rendah dari bulan sebelumnya 8,33% (yoy). Hal ini memberikan harapan tekanan inflasi mulai mereda dan ke depannya akan terus menurun, tanda-tanda perekonomian dunia "cerah" mulai muncul.

"Mungkin kita melihat tekanan inflasi sudah mencapai puncaknya dan dari sini kita akan melihat penurunan," kata Liz Ann Sonders, kepala stretegi investasi Charles Schwab, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (13/10/2022).

Pasca rilis tersebut, bursa saham Amerika Serikat (Wall Street) melesat. Indeks Dow Jones naik hingga 2,8%, disusul S&P 500 2,6% dan Nasdaq 2,2%.

Kenaikan Wall Street kini disusul bursa Asia, yang menjadi indikasi sentimen pelaku pasar membaik.

Dalam kondisi tersebut, rupiah menjadi diuntungkan.

Sebelumnya, analis dari Moody's Analytics yang melihat dalam 6 bulan ke depan tekanan inflasi di Amerika Serikat (AS) akan mereda.

"Inflasi akan turun dari level saat ini sekitar 8% menjadi 4%," kata Mark Zandi, kepala ekonom Moody's Analytics dalam acara "Fast Money" CNBC International, Rabu (12/10/2022).

Selain itu, Zandi percaya kebijakan yang dilakukan The Fed kali ini membawa perekonomian ke jalur yang tepat. Penurunan inflasi nantinya diperkirakan bisa mencegah terjadinya resesi.

Ia juga memprediksi suku bunga The Fed akan mencapai 4,5% - 4,75% di akhir tahun nanti, dan menahannya di level tersebut.

"Mereka akan mempertahankan suku bunga di level tersebut hingga 2024. Tetapi jika saya salah... dan inflasi masih tetap tinggi, mereka akan kembali menaikkan suku bunga dan kita akan masuk ke resesi," ujar Zandi.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular