Ngeri! IMF Ramal Wall Street Tumbang 20%, Nasib IHSG Piye?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
14 October 2022 06:20
Dow Jones
Foto: Dow Jones (REUTERS/Brendan McDermid)

Jakarta, CNBC Indonesia - Resesi global diprediksi oleh banyak pengamat terjadi pada akhir tahun ini atau awal tahun depan. Kekhawatiran pasar terkait resesi global membuat pasar keuangan terus merana dalam beberapa hari terakhir, terutama pasar saham global.

Bahkan, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memprediksi bahwa ada kemungkinan jika pasar saham Amerika Serikat (AS) kembali anjlok hingga 20% ke depan. Hal ini diutarakan oleh Direktur moneter dan pasar modal IMF, Tobias Adrian.

Penelitian IMF menemukan bahwa kenaikan suku bunga dan ekspektasi pendapatan di masa depan dapat menurunkan valuasi perusahaan dalam penurunan pasar saat ini.

"Risiko pasar keuangan kini meningkat tajam bahkan lebih tinggi dibandingkan krisis 2008 dan 2020. Saat ini memang kondisinya sedang sangat, sangat tertekan," tutur Adrian, kepada CNBC International.

Ditanya tentang wawancara CNBC International baru-baru ini dengan Jamie Dimon, kepala eksekutif JPMorgan, yang mengatakan bahwa indeks S&P 500 dapat dengan mudah turun 20% lagi, kemudian Adrian mengatakan itu "tentu saja mungkin".

Padahal, S& 500 sudah terjatuh hingga 25% sepanjang tahun ini.

Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) telah menaikkan suku bunga menjadi 3% -3,25% pada September lalu, menjadi tertinggi sejak awal 2008, karena mencoba untuk mendinginkan inflasi secara tahunan.

Terbaru, inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) AS periode September 2022 kembali menurun sedikit. Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan IHK AS mencapai ke 8,2% (year-on-year/yoy) pada bulan lalu.

Laju IHK memang lebih rendah dibandingkan pada Agustus lalu yang tercatat 8,3% (yoy), bahkan menjadi yang terendah dalam tujuh bulan terakhir. Namun, IHK masih di atas ekspektasi pasar yakni 8,1% (yoy).

Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), IHK Negeri Paman Sam tercatat 0,4% pada September atau meningkat dibandingkan pada Agustus lalu yang tercatat 0,1%. IHK bulanan juga dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar yakni 0,2%.

Sementara untuk IHK inti menyentuh 6,6 % (yoy) pada September, menjadi yang tertinggi sejak 1982 atau 40 tahun terakhir.

Sebelumnya pada Rabu lalu, inflasi dari sisi produsen (Indeks Harga Produsen/IHP) AS periode September 2022 juga telah dirilis. Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan IHP bulan lalu naik 0,4% secara bulanan.

Posisi tersebut lebih tinggi dari prediksi analis Dow Jones di 0,2%. Pada basis tahunan, PPI berada di 8,5%, melandai dari bulan sebelumnya di 8,7%.

Secara rinci, tidak termasuk makanan, energi dan jasa perdagangan, indeks meningkat 0,4% untuk bulan ini dan 5,6% dari tahun lalu.

Dengan masih tingginya inflasi di AS, baik dari IHK maupun IHP, pasar memprediksi The Fed masih akan mempertahankan sikap hawkish-nya, yakni dengan menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan November mendatang.

Berdasarkan perangkat CME FedWatch, pasar yang memperkirakan kenaikan suku bunga The Fed sebesar 50 basis poin (bp) memiliki probabilitas mencapai 97%. Sedangkan yang memprediksi kenaikan sebesar 75 bp memiliki probabilitas mencapai 3%.

Di lain sisi, IMF tidak memiliki angka spesifik untuk baseline, tetapi itu adalah salah satu di mana kondisi keuangan terus diperketat, aktivitas ekonomi melambat dan pasar terus berada di bawah tekanan.

Pada Selasa lalu, IMF menerbitkan World Economic Outlook, di mana ia memperkirakan pertumbuhan global akan melambat menjadi 2,7% pada tahun depan, lebih rendah 2 basis poin dari perkiraan Juli.

Ambruknya bursa Wall Street tentu saja akan menjadi perhatian besar pelaku pasar di bursa efek Indonesia. Semakin menguatnya isu resesi di AS dan global juga bisa membebani kinerja IHSG.

Dengan masih memburuknya kinerja bursa AS dan proyeksi ekonomi maka prospek ekonomi dalam negeri pun akan terimbas.

Proyeksi JPMorgan mengenai resesi AS yang sangat serius dan akan terjadi dalam 6-9 bulan ke depan bisa berdampak ke ekonomi Indonesia melalui jalur perdagangan dan pasar keuangan.

AS adalah tujuan eksportir terbesar kedua Indonesia setelah China. Perlambatan ekonomi di AS akan menekan ekspor yang pada akhirnya mengancam pertumbuhan.

Belum lagi dampak kebijakan The Fed yang akan berimbas ke pasar keuangan domestik.  Ekonom Goldman Sach memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga empat kali lagi hingga akhir 2023.  Kemudian, bank sentral Negara Paman Sam akan menahan suku bunga di kisaran 4,25-4,50% hingga 2024.

Goldman Sach memproyeksi The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 bp baik pada November dan Desember. The Fed kemudian akan menaikkan suku bunga dalam ukuran yang lebih kecil pada 2023 sebelum memangkasnya pada 2024.

Sebagai catatan, The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 300 bps pada tahun ini menjadi 3,00-3,25% pada September.

Menurut Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani pun mengakui situasi perekonomian saat ini tengah bergejolak. Dia pun minta semuanya untuk waspada tetapi tidak boleh gentar dalam menghadapinya.

"Perkembangan dunia yg sangat bergejolak tentu perlu diwaspadai, namun tidak berarti kita gentar, kita tetap optimis namun waspada," kata Sri Mulyani dalam pembukaan Profesi Keuangan Expo 2022, Senin (10/10/2022).

Sedangkan menurut CEO Yugen Bertumbuh Sekuritas, William Surya Wijaya, IHSG masih memiliki peluang menguat. Di tengah koreksi yang terjadi saat ini, investor bisa memanfaatkan kesempatan untuk menambah portofolio.  Dia memperkirakan IHSG akan bergerak di kisaran 6872 - 7137.

"Mengingat kondisi perekonomian yang cukup stabil terlihat dari data-data perekonomian yang terlansir serta proyeksi perbaikan perekonomian di tengah mulai bergeraknya ekonomi ke arah normal, hari ini IHSG berpeluang menguat," tutur William Surya, dalam analisisnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular