Resesi Makin Terdengar, Bursa Asia Ditutup Berjatuhan
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik kembali ditutup berjatuhan pada perdagangan Kamis (13/10/2022), jelang rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) periode September 2022.
Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup melemah 0,6% ke posisi 26.237,42, Hang Seng Hong Kong ambruk 1,87% ke 16.389,11, Shanghai Composite China terkoreksi 0,3% ke 3.016,36, dan ASX 200 Australia turun tipis 0,07% menjadi 6.642,6.
Berikutnya indeks Straits Times Singapura ambles 1,75% ke posisi 3.040,45, KOSPI Korea Selatan ambrol 1,8% ke 2.162,87, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah 0,41% menjadi 6.880,63.
Dari Jepang, data inflasi dari sisi produsen (producer price index/PPI) periode September 2022 kembali naik menjadi 9,7% (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada periode yang sama tahun 2021 sebesar 9,4%.
Angka ini lebih tinggi dari ekspektasi pasar dalam survei Trading Economics yang memperkirakan PPI Negeri Sakura turun menjadi 8,8%.
Sedangkan secara bulanan (month-on-month/mom), PPI Negeri Sakura juga naik menjadi 0,7% pada bulan lalu, dari sebelumnya pada Agustus lalu sebesar 0,4%. Angka ini juga lebih tinggi dari perkiraan pasar yang sebesar 0,2%.
Pelaku pasar global cenderung menyambut kecewa dari data PPI AS periode bulan lalu yang dilaporkan menguat 0,4% (mtm) dan naik 8,5% (yoy). Kenaikan ini jauh di atas ekspektasi pasar.
Secara bulanan, indeks menguat untuk pertama kalinya dalam tiga bulan terakhir. Secara tahunan, indeks sebenarnya lebih rendah dibandingkan yang tercatat pada Agustus yakni 8,7% (yoy).
Selain cenderung merespons negatif dari PPI AS, pelaku pasar global juga merespons negatif dari risalah rapat Federal Open Market Committee (FOMC) bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
The Fed mengaku terkejut dengan laju inflasi yang masih meninggi hingga kini. The Fed kemudian mengindikasikan bahwa mereka mengharapkan suku bunga yang lebih tinggi untuk tetap di tempatnya sampai harga turun.
"Partisipan melihat jika inflasi masih terlalu tinggi dan jauh di atas target 2% yang ditetankan Committee. Partisipan menekankan tindakan yang terlalu sedikit dalam menurunkan inflasi bisa memakan ongkos yang jauh lebih besar," tulis risalah FOMC, dikutip dari website The Fed
The Fed melihat jika penurunan inflasi lebih lambat dari ekspektasi mereka. Inflasi AS mencapai 8,3% (yoy) pada Agustus, sedikit melandai dari 8,5% (yoy) pada Juli.
"Sejumlah partisipan menggarisbawahi pentingnya stance tegas selama mungkin yang diperlukan. Pengalaman sejarah menunjukkan bahayanya mengakhiri kebijakan ketat secara prematur," tulis risalah tersebut.
Dengan kenaikan PPI dan sikap hawkish The Fed, pelaku pasar pun kemudian berekspektasi jika The Fed masih akan menaikkan suku bunga secara agresif pada November mendatang.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch, pasar yang memperkirakan kenaikan suku bunga The Fed sebesar 50 basis poin (bp) memiliki probabilitas mencapai 15,2%. Sedangkan yang memprediksi kenaikan sebesar 75 bp memiliki probabilitas mencapai 84,8%.
Sementara itu, pelaku pasar juga cenderung memasang sikap wait and see jelang rilis data inflasi dari sisi konsumen (consumer price index/CPI)AS periode September 2022.
Konsensus analis Dow Jones memprediksikan CPI per September 2022 naik 0,3% secara bulanan. Naik dari bulan sebelumnya di 0,1%. Namun, angka inflasi secara tahunan akan melandai ke 8,1% dari Agustus 2022 di 8,3%.
Kenaikan pada CPI AS diprediksikan terdampak dari kenaikan PPI AS periode September 2022 yang telah dirilis terlebih dahulu kemarin.
Inflasi tinggi akan menurunkan daya beli, sementara suku bunga tinggi akan menghambat ekspansi dunia usaha hingga belanja rumah tangga, sehingga perekonomian terancam mengalami resesi.
Dengan suku bunga ditahan di level tinggi, ada risiko resesi bisa semakin panjang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)