IHSG Sesi I

Ini Penyebab IHSG Menguat Meski Prospek Ekonomi Gelap

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
13 October 2022 12:10
Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir menguat pada penutupan perdagangan sesi I Kamis (13/10/2022). Indeks menguat dengan apresiasi 0,16% atau 10,73 poin, ke 6.919,94 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. 

Sejak perdagangan dibuka, IHSG memang sudah berada di zona hijau. 10 menit kemudian, indeks masih terpantau menguat 0,12% ke 6.917,83.

Namun, pukul 09:20 WIB IHSG melemah tipis 0,02% ke 6.907,66 pada pukul 09:28 WIB. Meski sempat bingung menentukan arah geraknya tapi pada akhirnya IHSG kembali di tarik ke zona hijau dan konsisten menguat hingga penutupan perdagangan sesi I.

Nilai perdagangan tercatat turun ke Rp 6,05 triliun dengan melibatkan lebih dari 13 miliar saham yang berpindah tangan 687 kali. Level tertinggi berada di 6.933,71 sekitar pukul 10:40 WIB, sementara level terendah berada di 6.898,34 sekitar pukul 10:05 WIB. Mayoritas saham siang ini terpantau masih saja mengalami penurunan.

Statistik perdagangan mencatat ada 297 saham yang melemah dan 209 saham yang mengalami kenaikan dan sisanya sebanyak 165 saham stagnan.

Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya siang ini, yakni mencapai Rp 378,2 miliar. Sedangkan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 222,7 miliar dan saham PT Transcoal Pacific Tbk (TCPI) di posisi ketiga sebesar Rp 210,7 miliar.

Kabut gelap belum beranjak sepenuhnya dari pasar keuangan Indonesia.

Sepanjang pekan ini IHSG masih mencatatkan kinerja yang mengecewakan. Ini tentunya tak lepas dari gonjang-ganjing ekonomi global yang di proyeksi akan suram.

IHSG masih diselimuti kekhawatiran akan resesi, pemangkasan proyeksi pertumbuhan yang dilakukan Dana Moneter Internasional (IMF), ketegangan di Ukraina, guncangan di pasar obligasi Inggris, serta kebijakan China memperketat mobilitas akibat peningkatan Covid-19.

Seperti diketahui,IMF memangkas pertumbuhan global pada 2023 menjadi 2,7% dari proyeksi di Juli sebesar 2,9%. Namun, IMF masih mempertahankan proyeksi pertumbuhan global untuk 2022 di angka 3,2%.

IMF juga mempertahankan proyeksi ekonomi Indonesia untuk tahun ini sebesar 5,3%. Namun, lembaga moneter internasional ini ternyata kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dari 5,2% menjadi 5% pada 2023.

Kendati demikian, sentimen positif datang dari Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan bahwa ketahanan eksternal Indonesia saat ini masih cukup baik.

"Indonesia faktor eksternal masih sangat kuat sehingga Indonesia tidak termasuk dalam rentang terhadap masalah keuangan. Bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di antara Negara G20 nomor dua tertinggi setelah Saudi Arabia dari faktor eksternal aman," kata Airlangga, dalam konferensi pers di Istana, dikutip Kamis (13/10/2022).

Airlangga memamparkan sejumlah indikator eksternal Indonesia yang masih positif.

"Walaupun terjadi guncangan, namun indikator eksternal kita cukup kuat dari volatility index kita sekitar 30,49 atau range indikasi 30. Kemudian level exchange market pressure kita di angka 1,06 atau di bawah 1,78," ujar Airlangga.

Bahkan, perbandingan credit default swap (CDS) Indonesia lebih rendah dari Meksiko, Turki, Brazil dan Afrika Selatan. Kendati indikator eksternal terjaga, Airlangga tetap berharap semua pihak waspada.

Di sisi lain, IHSG masih rawan terkoreksi sebab bursa saham Amerika Serikat (AS) kembali di tutup ambrol pada perdagangan semalam. Indeks Dow Jones turun 28,34 poin atau 0,1% ke posisi 29.210,85. Indeks S&P 500 melemah 11,81 poin atau 0,33% ke 3.577,03 sementara Nasdaq melandai 9,09 poin atai 0,09% ke posisi 10.417,1.

Indeks langsung terkoreksi merespon data indeks harga produsen (IPP). IPP September dilaporkan menguat 0,4% (month to month/mtm) dan naik 8,5% (year-on-year/yoy). Kenaikan jauh di atas ekspektasi pasar.

Secara bulanan, indeks menguat untuk pertama kalinya dalam tiga bulan terakhir. Secara tahunan, indeks sebenarnya lebih rendah dibandingkan yang tercatat pada Agustus yakni 8,7% (yoy).

Sementara itu, berbagai sinyal dari data yang dirilis semakin menegaskan jika the Fed masih akan melanjutkan kebijakan hawkish ke depan demi memerangi inflasi.

"Partisipan melihat jika inflasi masih terlalu tinggi dan jauh di atas target 2% yang ditekankan Committee. Partisipan menekankan tindakan yang terlalu sedikit dalam menurunkan inflasi bisa memakan ongkos yang jauh lebih besar," tulis risalah FOMC, dikutip dari website The Fed

The Fed melihat jika penurunan inflasi lebih lambat dari ekspektasi mereka. Inflasi AS mencapai 8,3% (yoy) pada Agustus, sedikit melanda dari 8,5% (yoy) pada Juli.

"Sejumlah partisipan menggarisbawahi pentingnya stance tegas selama mungkin yang diperlukan. Pengalaman sejarah menunjukkan bahayanya mengakhiri kebijakan ketat secara prematur," tulis risalah tersebut.

Dengan kenaikan IPP dan sikap hawkish The Fed, pelaku pasar pun kemudian berekspektasi jika The Fed masih akan menaikkan suku bunga secara agresif pada November mendatang.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum) Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular