Bursa Asia Bervariasi, Ada Harapan IHSG Bangkit!

Market - Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
11 October 2022 08:43
People walk past an electronic stock board showing Japan's Nikkei 225 index at a securities firm in Tokyo Wednesday, July 10, 2019. Asian shares were mostly higher Wednesday in cautious trading ahead of closely watched congressional testimony by the U.S. Federal Reserve chairman. (AP Photo/Eugene Hoshiko) Foto: Bursa Asia (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka bervariasi pada perdagangan Selasa (11/10/2022), di mana investor mulai mempertimbangkan dampak kebijakan moneter dan ketidakpastian ekonomi global. Pergerakan tersebut tentunya membuka peluang bangkitnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bangkit.

Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka ambles 1,32%, Hang Seng Hong Kong turun 0,13%, dan KOSPI Korea Selatan ambruk 1,78%.

Sedangkan untuk indeks Shanghai Composite China naik 0,13%, Straits Times Singapura menguat 0,63%, dan ASX 200 Australia terapresiasi 0,36%.

Dari Australia, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) turun lebih jauh pada Oktober 2022 dan melayang di sekitar posisi terendah bersejarah karena kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) dalam satu generasi dan juga berdampak pada rumah tangga.

Indeks 0,9% menjadi 83,7, berdasarkan data dari Westpac Banking Corp. Pembacaan menyoroti bahwa pasar lebih cenderung pesimis dibanding yang optimis, dengan garis pemisah di 100.

"Indeks tetap berada di wilayah yang sangat pesimistis," kata Bill Evans, kepala ekonom di Westpac.

"Kunci hambatan pada kepercayaan terus datang dari lonjakan biaya hidup, kenaikan suku bunga, dan kekhawatiran tentang prospek ekonomi jangka pendek," tambah Evans.

Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) telah menaikkan suku bunga sebesar 2,5 poin persentase sejak Mei, mengikuti bank sentral lainya dalam kebijakan pengetatan cepat untuk mengendalikan inflasi.

Namun, RBA telah memperlambat laju kenaikan bulan ini menjadi seperempat poin persentase, mengakhiri empat kenaikan setengah poin berturut-turut karena bertujuan untuk menghindari jatuhnya ekonomi ke dalam resesi dalam kampanye untuk mendinginkan harga.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung bervariasi terjadi di tengah masih terkoreksinya bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Senin kemarin, dipicu oleh dua hal yakni ancaman resesi dan kebijakan Presiden AS, Joe Biden terkait ekspor semikonduktor.

Indeks Dow Jones ditutup melemah 0,32% ke posisi 29.202,88, S&P 500 terkoreksi 0,75% ke 3.612,39, dan Nasdaq Composite merosot 1,04% menjadi 10.542,1.

Sejumlah lembaga terus mengingatkan ancaman resesi di AS. Terakhir, adalah CEO JPMorgan, Jamie Dimon. Dia memperkirakan AS akan jatuh ke jurang resesi dalam 6-9 bulan ke depan atau pada 2023. AS tidak hanya mengalami perlambatan ekonomi ringan tetapi mengarah ke kondisi yang serius.

Dimon menjelaskan lonjakan inflasi, dampak perang Rusia-Ukraina, serta tren kenaikan suku bunga akan memicu inflasi dalam skala yang luas.

"(Faktor-faktor) ini sangat..sangat... sangat serius karena bisa menekan ekonomi dunia dan AS. Eropa akan resesi dan itu akan menekan AS ke dalam resesi dalam 6-9 bulan ke depan dari sekarang," tutur Dimon, kepada CNBC International.

Saham-saham teknologi berjatuhan setelah pemerintah AS pada akhir pekan lalu memutuskan akan membatasi ekspor beberapa jenis chip AS ke China, terutama yang digunakan dalam kecerdasan buatan dan superkomputer.

Pembatasan ekspor merupakan bagian dari upaya pemerintah AS untuk menghentikan China dari kemampuannya mengembangkan kemampuan semikonduktor buatan mereka sendiri.

Ambruknya bursa AS sejak Rabu pekan lalu juga mulai mengikis kepercayaan bahwa bulan Oktober sebagai bulan "bear killer".

Dalam sejarah bursa AS, bulan September identik dengan periode brutal karena bursa kerap tumbang pada bulan kesembilan. Pasar akan ada dalam kondisi "bearish" atau melemah pada bulan tersebut.

Bursa biasanya akan bangkit pada Oktober. Pasar keuangan di AS bahkan pada umumnya tampil impresif pada bulan ke-10 di tahun-tahun diselenggarakannya pemilu jeda AS atau midterm election. AS sendiri akan menggelar midterm election pada 8 November mendatang.

Dilansir dari Market Watch dan merujuk hitungan Stock Trader's Almanac, sejak 1950, pernah terjadi tujuh kali pembalikan arah yang luar biasa di bursa AS pada Oktober dari kondisi market terburuk ke kondisi yang lebih baik.

Bursa S&P 500 juga pernah mengalami kejatuhan parah pada 1974, 1986, 2001, 2022, 2008, dan 2011. Market berbalik arah menjadi positif pada Oktober tahun terrsebut, kecuali pada 2008. Tuah Oktober sebagai bulan "bear killer" pupus di tengah Krisis Financial AS.

Hitungan Stock Trader's Almanac juga menunjukkan Oktober mampu membalikkan kondisi market yang melemah "bear market" ke kondisi "bullish" sebanyak 12 kali sejak Perang Dunia II yakni pada 1946, 1957, 1960, 1962, 1966, 1974, 1987, 1990, 1998, 2001, 2002, dan 2011.

Namun, banyak analis mengingatkan jika fenomena Oktober sebagai "bear killer" tidak boleh ditelan mentah-mentah. Periode 2008 menjadi pengalaman yang perlu diperhatikan apalagi kondisi tahun ini juga sangat berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

"Bursa saham pasti memiliki tahun-tahun yang sulit dan kita tidak boleh menggampangkan tahun tersebut. Ada perubahan-perubahan dalam kondisi makro yang menekan perdagangan saham. Jujur saja, untuk tahun ini, sangat sulit memproyeksi kondisi dalam beberapa bulan ke depan," tutur Anthony Saglimbene, chief markets strategist dari Ameriprise Financial, seperti dikutip dari Market Watch.

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Sinyal Nggak Enak Buat IHSG Nih... Bursa Asia Loyo Lagi


(chd/chd)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading