Awal Pekan Suram, IHSG Sesi I Ambles, Bye Level 7.000!

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
10 October 2022 11:53
Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di terkoreksi pada penutupan perdagangan sesi I Senin (10/10/2022). Penurunan ini terjadi di tengah lesunya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan akhir pekan lalu pasca kabar resesi semakin mencuat.

Indeks sejatinya sudah membuat ketar-ketir dengan pergerakannya yang langsung tergelincir 0,47% di awal pembukaan. Belum genap satu jam perdagangan, indeks ambles 1% lebih.
Pada 09.54 WIB, IHSG terpantau melemah 1,05% di 6.953. IHSG semakin menjauhi level psikologis 7.000.

Meski begitu, IHSG mampu memangkas penurunan. Hingga Sesi pertama siang ini,  IHSG ditutup di zona merah dengan koreksi 0,63% atau 44,23 poin, ke 6.982,55.

Nilai perdagangan tercatat naik Rp 7,61 triliun dengan melibatkan lebih dari 17 miliar saham yang berpindah tangan 817,99 kali.

Sejak perdagangan dibuka, IHSG sudah berada di zona merah. Selang 5 menit saja, Indeks langsung jatuh 0,58% ke 6.986,28. Pukul 11:10 WIB IHSG masih terpantau ambles 0,73% ke 6.975,41 dan konsisten melemah hingga penutupan perdagangan sesi I siang ini.

Level tertinggi berada di 7.026,66 sesaat setelah perdagangan dibuka, sementara level terendah berada di 6.947,72 sekitar pukul 09:55 WIB. Mayoritas saham siang ini terpantau mengalami penurunan.

Statistik perdagangan mencatat ada 398 saham yang melemah dan 139 saham yang mengalami kenaikan dan sisanya sebanyak 146 saham stagnan.

Saham PT Bumi Respurces Tbk (BUMI) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya siang ini, yakni mencapai Rp 1,1 triliun. Sedangkan saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 591,9 miliar dan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) di posisi ketiga sebesar Rp 412,5 miliar.

Bursa saham Wall Street kembali berakhir di zona merah pada perdagangan pekan lalu. Amblesnya Wall Street pada Jumat semakin memperpanjang tren negatif yang sudah berlangsung sejak Rabu pekan lalu.

Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 630,15 poin atau 2,11% ke 29.296,79. Sementara itu, indeks S&P 500 anjlok104,86 poin atau 2,80% menjadi 3.639,66 dan indeks Nasdaq Composite ambruk 420,91 poin atau 3,8% ke 10.652,4.

Wall Street merupakan bursa saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia dan merupakan kiblat bagi bursa saham lainnya. Wall Street juga bisa menjadi proxy kondisi perekonomian global. Sebab, investor selaluforward looking.

Ketika kondisi ekonomi ke depannya dirasa akan susah, pendapatan para emiten diprediksi akan menurun, alhasil para investor akan melepas saham-saham yang dimiliki. Indeks saham pun ambrol.

Sementara itu, The Fed akan menggelar pertemuan pada 1-2 November mendatang. Dengan data tenaga kerja September, market semakin yakin The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis points (bps) pada pertemuan mendatang.

Apalagi, biro statistik Tenaga Kerja AS mengumumkan ada peningkatan jumlah pekerja sebanyak 263.000 pada September. Jumlah tersebut memang jauh lebih rendah dibandingkan 315.000 pada Agustus. Namun, tingkat pengangguran melandai ke 3,5% pada September 2022 dari 3,7% pada Agustus.

Analis dari Heraeus Precious Metals, Tai Wong mengingatkan data tenaga kerja AS pada September dan ekspektasi kenaikan suku bunga acuan The Fed di proyeksi membuat bursa saham global semakin terpuruk, termasuk IHSG.

Kekhawatiran resesi turut disampaikan oleh sejumlah lembaga, salah satunya Dana Moneter Internasional (IMF) yang berulang kali memberikan lampu kuning terkait ancaman kacau balaunya ekonomi dunia.

Managing Director IMF Kristalina Georgieva, Minggu (9/10/2022),menyatakan bahwa risiko resesi dan ketidakstabilan keuangan terus meningkat. Ia mengatakan prospek ekonomi global 'gelap' mengingat guncangan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, serangan Rusia ke Ukraina, dan bencana iklim di semua benua.

Di Indonesia, sejauh ini inflasi mulai merangkak naik meski bisa dikatakan masih terkendali. Namun, patut menjadi perhatian bagaimana perkembangan inflasi ke depannya, apalagi setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi.

Hari ini, Bank Indonesia (BI) telah merilis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada September 2022 tercatat sebesar 117,2, atau tetap berada pada level optimis, meski lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 124,7. Adapun, IKK pada Agustus 2022 berada di level 124,7.

BI mengklaim level ini mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap terjaga.

Direktur Departemen Komunikasi BI Junianto Hendrawan mengungkapkan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap terjaga. Pasalnya, hasil survei berada pada area optimistis atau lebih dari 100.

"Survei Konsumen Bank Indonesia pada September 2022 mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap terjaga," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (10/10/2022)

Optimisme konsumen pada September 2022 juga ditopang tetap kuatnya indeks ekspektasi konsumen (IEK), terutama ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja.

Survei konsumen merupakan survei bulanan BI untuk mengetahui keyakinan konsumen mengenai kondisi ekonomi yang tercermin dari persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian ke depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum/aum) Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular