
Dunia Makin Gelap, Akankah BI Ngegas Naikkin Suku Bunga?

Jakarta, CNBC Indonesia - Proyeksi ekonomi global semakin gelap. IMF bersiap untuk kembali menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global dari asumsi 2.9% pada 2023.
Sementara itu, Federal Reserve AS diyakini banyak pihak masih akan menaikkan suku bunga secara agresif, mengingat laju inflasi di Negeri Paman Sam yang belum juga turun.
Ekonom Senior & Ketua Dewan Komisioner LPS (2015-2020), Halim Alamsyah melihat situasi ini akan membuat bank sentral dalam negeri kembali menaikkan suku bunga acuan pada Oktober ini.
"Kenaikan suku bunga akan berlanjut, tetapi masalah agresivitasnya itu tergantung seberapa agresif The Fed," kata Halim dalam Power Lunch, CNBC Indonesia, dikutip Jumat (7/10/2022).
Selain itu, dia memandang BI juga harus berhati-hati. Pasalnya, permintaan di dalam negeri tengah meningkat. Jangan sampai kebijakan moneter, melemahkan momentum pemulihan.
Selama ini, Halim mengungkapkan bahwa BI lebih condong menggunakan instrumen makroprudensial, dibandingkan suku bunga ketika menghadapi guncangan.
"Makanya sejak awal, BI sudah menyampaikan kepada bank-bank: Siap-siap kami akan menaikkan GWM," kata Halim.
Sejak September, posisi GWM sudah menuju 9%. Kendati, di sisi lain, BI mencoba menyeimbangkan dengan tetap menjaga likuiditas di pasar.
Oleh karena itu, Halim menduga kenaikan suku bunga acuan terakhir yang dilakukan BI lebih kepada upaya mengatasi pelemahan rupiah.
"Bukan untuk sebagai sinyal memperketat sekali," katanya.
Ekonom Senior Chatib Basri mengungkapkan dirinya melihat kenaikan suku bunga acuan yang diputuskan BI sebagai langkah tepat.
"BI memang harus menaikkan suku bunga acuan, setidaknya ke 5%," ungkap Chatib Basri, Ekonom Senior saat berbincang dengan CNBC Indonesia, dikutip Jumat (7/10/2022).
Sebagai respons atas kenaikan laju inflasi, The Fed sudah menaikkan bunga acuan empat kali selama 2022: Mei 0,5%, serta Juni dan Juli masing-masing 0,75%, serta Agustus 0,75%.
Suku bunga acuan (Fed funds rate) saat ini di kisaran 3%-3,25%. Laju inflasi tahunan AS sudah meningkat lebih dari 2% sejak April 2021 dan terus meningkat hingga 9,06% pada Juni 2022. Laju inflasi Juni merupakan yang tertinggi sejak 1981. Namun pada September 2022, inflasi AS turun hingga 8,3%.
Melihat data inflasi di AS tersebut, Chatib bahkan memperkirakan The Federal Reserve saat ini tidak memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga.
"Dia akan masih menaikkan 50 hingga 75 basis point. Bahkan saya tidak akan surprise kalau di akhir tahun itu bisa ke arah pada kisaran 3,1% hingga 3,5%," ungkapnya.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mau Inflasi Rendah? BI: Suku Bunga Harus Naik Lebih Tinggi