'Duet' OPEC+ dan ADP Bikin Bursa Asia Bervariasi
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik ditutup bervariasi pada perdagangan Kamis (6/10/2022), di tengah gagal berlanjutnya reli bursa saham Amerika Serikat (AS) dan pemangkasan produksi minyak mentah oleh OPEC+.
Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup menguat 0,7% ke posisi 27.311,3, ASX 200 Australia naik tipis 0,03% ke 6.817,5, KOSPI Korea Selatan melesat 1,02% ke 2.237,86, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga berakhir naik tipis 0,02% menjadi 7.076,62.
Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melemah 0,42% ke posisi 18.012,15 dan Straits Times Singapura turun tipis 0,05% menjadi 3.151,56.
Sementara untuk pasar saham China hingga hari ini masih belum dibuka. Pekan ini merupakan Golden Week atau libur panjang di China, memperingati serangkaian Hari Nasional China.
Bursa Asia-Pasifik pada akhirnya berakhir beragam pada hari ini, setelah selama dua hari beruntun mencatatkan penguatan. Hal ini menyusul berhentinya reli dua hari beruntun dari bursa saham AS, Wall Street.
Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun yang kembali naik tajam membuat Wall Street terpaksa menghentikan reli dua hari beruntunnya kemarin.
Pada Rabu kemarin, yield Treasury tenor 10 tahun naik tajam ke 3,77% setelah sempat turun di bawah 3,6% pada hari sebelumnya. Hal tersebut kembali menekan pasar ekuitas.
"Ada pesisme di pasar yang mampu menguat cukup kuat selama beberapa bulan. Saat ini juga ada harapan bahwa musim rilis kinerja keuangan dapat menstabilkan pasar dan mungkin datang untuk menyelamatkan lagi, seperti yang terjadi pada kuartal kemarin," kata Yung-Yu Ma, Kepala Strategi Investasi BMO Wealth Management, dikutip CNBC International.
Selain itu, Wall Street juga terbebani oleh laporan tenaga kerja nasional ADP yang mengukur perubahan tenaga kerja sektor swasta non-pertanian, yang bertambah 208.000 pekerjaan pada September 2022. Angka tersebut melampaui ekspektasi analis Dow Jones di 200.000 pekerjaan.
Investor global juga masih akan menantikan rilis laporan upah non-pertanian pada Jumat besok.
Di lain sisi, kabar dari organisasi negara produsen minyak mentah dunia (OPEC+) juga turut membebani pasar, meski hal ini juga ada baiknya.
OPEC+ menyetujui untuk mengurangi produksi sebesar 2 juta barel per hari dari target produksinya pada Agustus 2022 yang akan dimulai pada November 2022.
Hal tersebut menjadi pengurangan produksi tertajam sejak 2020. Langkah ini tentunya akan membatasi pasokan minyak mentah di pasar yang memang sudah ketat.
Produksi yang lebih sedikit tersebut diprediksikan akan memulihkan harga minyak mentah dunia yang sempat drop ke US$ 90 dari US$ 120 pada tiga bulan yang lalu.
Langkah tersebut mencerminkan keinginan negara-negara penghasil minyak mentah untuk membendung penurunan harga global baru-baru ini, dengan membatasi pasokan minyak mentah sehingga harga akan tetap tinggi.
Setelahnya, harga minyak mentah jenis Brent naik 1,7% ke US$ 93,37 per barel dan menjadi posisi tertinggi sejak 15 September 2022. Sedangkan jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) melesat 1,4% ke US$ 87,76 per barel dibandingkan dengan harga di perdagangan sebelumnya.
"Misi OPEC adalah memastikan lingkungan penetapan harga yang memadai bagi konsumen dan produsen. Namun, keputusan untuk mengurangi produksi saat ini bertentangan dengan tujuan tersebut," tutur Stephen Brennock, analis PVM Oil Associates London, dilansir CNBC International.
"Menekan lebih lanjut persediaan yang sudah ketat akan menjadi tamparan bagi konsumen. Langkah yang dimotivasi secara egois ditujukan murni untuk menguntungkan produsen," tambahnya.
Sementara itu menurut Rohan Reddy, Direktur Penelitian Global X ETFs memprediksikan bahwa keputusan negara OPEC tersebut dapat membuat harga minyak mentah reli kembali ke kisaran US$ 100 per barel, dengan asumsi tidak ada serangan besar Covid-19 secara global dan The Fed tidak menjadi hawkish secara tidak terduga.
"Akibat keputusan tersebut, volatilitas kemungkinan akan kembali ke pasar, meskipun ada kekhawatiran tentang ketahanan ekonomi global, pasar minyak yang ketat akan menjadi penopang harga pada kuartal IV-2022," tutur Reddy.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)