Bikin Negara Lain Makin Merana, Kartel OPEC+ Disebut Egois!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 October 2022 07:20
FILE PHOTO: A man fixes a sign with OPEC's logo next to its headquarter's entrance before a meeting of OPEC oil ministers in Vienna, Austria, November 29, 2017. REUTERS/Heinz-Peter Bader/File Photo
Foto: REUTERS/Heinz-Peter Bader

Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi yang sangat tinggi sedang melanda banyak negara, penyebab utamanya adalah mahalnya harga energi. Bank sentral di berbagai negara pun dengan agresif menaikkan suku bunga guna meredam inflasi.

Alhasil, dengan suku bunga yang tinggi perekonomian tidak terstimulus bahkan malah membawanya mengalami kontraksi.

Perekonomian dunia menjadi gelap dan resesi berjamaah pun diprediksi bakal terjadi tahun depan.

Beberapa negara bahkan sudah mengalami krisis. Sri Lanka misalnya, inflasi tinggi menghantam sejak awal tahun ini, dan mencapai rekor tertinggi sepanjang masa 69,8% pada September lalu.

Pada pertengahan tahun, Sri Lanka mengalami kebangkrutan atau gagal bayar utang (default), dan krisis menghantam bahkan yang terburuk sejak 1948.

Inflasi tinggi juga melanda negara Barat. Amerika Serikat inflasinya berada di level tertinggi dalam 40 tahun terakhir, begitu juga dengan Eropa.

Tingginya harga minyak mentah menjadi salah satu pemicu inflasi. Supply yang ketat, sementara demand tinggi membuat harga minyak mentah melambung pada awal Maret lalu hingga ke atas US$ 130/barel untuk jenis West Texas Intermediate (WTI) dan US$ 140/barel untuk Brent.

Belakangan, harga minyak mentah terus merosot, WTI sempat menyentuh US$ 76/barel pada 26 September lalu, sedangkan Brent menyentuh US$ 83/barel.

Penurunan tersebut tentunya disambut baik oleh negara-negara yang mengalami inflasi sangat tinggi. Namun, kartel Negara Pengekspor Minyak Mentah (OPEC) begitu juga Rusia dan beberapa lainnya yang disebut OPEC+malah memangkas tingkat produksinya yang membuat harga minyak mentah kembali menanjak.

Spekulasi tersebut sudah berhembus dalam beberapa pekan terakhir, pasar memperkirakan OPEC+ akan memangkas produksinya sekitar 500 ribu - 2 juta barel per hari.

Dalam pertemuan Rabu (5/10/2022) kemarin, kartel OPEC+ memangkas produksinya sebesar 2 juta barel per hari. Harga minyak mentah pun kembali menanja, harga minyak Brent naik 1,7% ke 93,37/barel dan WTI 1,4% ke 87,76/barel.

Bahkan jika melihat dalam 7 hari perdagangan terakhir, Brent sudah meroket lebih dari 11% dan WTI 14,4%.

Langkah OPEC+ pun disebut egois, mementingkan keuntungan semata, tanpa melihat kondisi negara-negara lain yang merana akibat harga minyak mentah yang mahal.

"Dalam bahasa mereka sendiri, misi OPEC untuk memastikan harga yang tepat bagi konsumen dan produsen. Keputusan mereka mengurangi tingkat produksi dalam kondisi ekonomi saat ini menunjukkan kebijakan yang berlawanan dengan misi tersebut," kata Stephen Brennock, analis senior di PVM Oil Associates di London, sebagaimana dikutip CNBC International, Rabu (4/10/2022).

"Supply yang sudah ketat, dan kini malah semakin dikurangi akan langsung memukul konsumen. Itu adalah langkah yang egois dan hanya bertujuan untuk mendapatkan profit. Pendek kata, OPEC+ memprioritaskan harga di atas stabilitas dalam kondisi yang penuh ketidakpastian di pasar minyak mentah," tambahnya.

OPEC+ bahkan masih tetap memangkas produksinya meski Amerika Serikat mendorong untuk meningkatkan produksi guna menekan harga minyak mentah.

Gedung Putih mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Biden "kecewa dengan keputusan picik OPEC+ untuk memotong kuota produksi sementara ekonomi global menghadapi dampak negatif lanjutan dari invasi Rusia ke Ukraina."

Dikatakan bahwa Biden telah mengarahkan Departemen Energi untuk melepaskan 10 juta barel lagi dari cadangan minyak strategis bulan depan.

"Mengingat tindakan hari ini (Rabu), Administrasi Biden juga akan berkonsultasi dengan Kongres tentang alat dan otoritas tambahan untuk mengurangi kendali OPEC atas harga energi," kata Gedung Putih, sebagaimana dilansir CNBC International. 

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tensi Geopolitik Timur Tengah Turun, Harga Minyak Bergerak Variatif

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular