Kabar Baik Nih, Investor Buru Lagi Obligasi Pemerintah RI

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
05 October 2022 19:00
Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Rabu (5/10/2022), di tengah cenderung naiknya kembali imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) pada pagi hari ini.

Mayoritas investor memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield). Namun untuk SBN tenor 3, 25, dan 30 tahun cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 3 tahun naik 1,5 basis poin (bp) ke posisi 6,838%, sedangkan yield SBN tenor 25 tahun menanjak 1,7 bp ke 7,556%, dan yield SBN bertenor 30 tahun meningkat 3,1 bp menjadi 7,393%.

Sementara untuk yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara melandai 9 bp menjadi 7,201%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Penguatan rupiah pada hari ini kembali menjadi pendorong di pasar obligasi pemerintah dan membuat investor kembali memburu SBN.

Hari ini kurs rupiah berhasil melibas dolar AS, melanjutkan penguatannya sejak kemarin. Bahkan, Mata Uang Tanah Air menduduki juara pertama di Asia dengan penguatan terbesar terhadap dolar AS.

Mengacu pada data Refinitiv, rupiah menguat tajam pada pembukaan perdagangan sebanyak 0,62% ke Rp 15.150/US$. Pada penutupan perdagangan hari ini, rupiah berada di Rp 15.190/US$, menguat 0,36% di pasar spot.

Indeks dolar AS jeblok hingga 1,5% ke 110.06 pada perdagangan Selasa kemarin. Dalam 5 hari perdagangan merosot sebanyak 4 kali dengan total 3,5%.

Jebloknya indeks dolar AS mengikuti pergerakan yield obligasi (Treasury) AS. Banyak analis melihat penurunan keduanya terkait ekspektasi atau pandangan suku bunga The Fed (bank sentral AS).

"Kita melihat penurunan ekspektasi kenaikan suku bunga di seluruh pasar finansial setelah bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) menaikkan suku bunga 25 basis poin, lebih rendah dari ekspektasi 50 basis poin," kata Karl Schamotta, kepala strategi pasar di Corpay Toronto, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (4/10/2022) kemarin.

Ed Yardeni, veteran pemain pasar, memperkirakan The Fed hanya akan menaikkan suku bunga satu kali lagi, pada November. Setelahnya, bank sentral pimpinan Jerome Powell ini akan menghentikan periode kenaikan suku bunga akibat dolar AS yang terlalu perkasa.

"Saya rasa The Fed merusak sesuatu. Apa yang rusak adalah dolar AS karena terlalu kuat. Melesatnya dolar AS dikaitkan dengan krisis finansial global. Kita harus memiliki pandangan global dalam hal ini, kebijakan moneter yang ketat di AS memiliki dampak yang luar biasa ke seluruh dunia, terutama di negara berkembang," kata Yardani, sebagaimana dikutip Reuters.

Kebijakan moneter The Fed yang terlalu ketat akan mengacaukan stabilitas finansial, dan para pejabatnya dikatakan harus menyadari hal tersebut.

"Saya pikir mereka akan menaikkan suku bunga sekali lagi di bulan November, sebab stabilitas finansial akan menjadi perhatian mereka," ujar Yardani.

Namun pada pagi hari ini, yield Treasury cenderung menguat kembali. Berdasarkan data dari CNBC International, yield Treasury tenor 2 tahun naik 2,4 bp menjadi 4,121%. Sedangkan untuk yield Treasury berjatuh tempo 10 tahun melonjak 7,4 bp menjadi 3,691%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular