Dunia Gelap! Sektor Manufaktur Jadi Garansi RI Tak Resesi?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Rabu, 05/10/2022 08:10 WIB
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah suramnya perekonomian dunia saat ini dan tahun depan, kabar baik justru datang dari dalam negeri. Kabar baik tersebut pun disambut sektor finansial, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah kompak menguat pada perdagangan Selasa.

IHSG tercatat melesat 0,9%, sementara rupiah mampu menguat 0,36%.


S&P Global awal pekan ini melaporkan aktivitas manufaktur Indonesia yang dilihat dari purchasing manager's index (PMI) mengalami peningkatan signifikan menjadi 53,7 September lalu, dari bulan sebelumnya 51,7.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di atasnya adalah ekspansi, di bawahnya berarti kontraksi.

Sektor manufaktur Indonesia kini sudah berekspansi dalam 13 bulan beruntun, dan menjadi kabar baik saat negara-negara lain terutama di Barat menghadapi isu resesi.

"Survei terbaru konsisten dengan perkembangan terkuat kesehatan sektor manufaktur Indonesia sejak Januari. Kondisi demand yang kuat membantu membawa pesanan baru ke level tertinggi dalam hampir satu tahun terakhir," kata Laura Denman, ekonom di S&P Global Market Intelligence.

"Perbaikan kondisi permintaan ini mengarah pada kenaikan produksi yang lebih kuat, ketenagakerjaan dan aktivitas pembelian selama bulan September. Berita menggembirakan lain terkait data bulan September adalah tekanan inflasi yang terus berkurang. Inflasi biaya input dan harga jual berkurang masing-masing hingga di posisi terendah dalam 20 bulan dan 15 bulan," tambah Denman.

Ketika sektor manufaktur terus berekspansi, maka bisa menjadi garansi Indonesia tak akan mengalami resesi. Sebab sektor manufaktur merupakan kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) berdasarkan lapangan usaha. Kontribusinya nyaris mencapai 20%.

Namun, dengan tantangan yang berat ke depannya, risiko resesi hingga stagflasi menghantui dunia, sektor manufaktur tentunya juga berisiko mengalami tekanan.

Tingginya inflasi yang melanda Amerika Serikat (AS), Eropa dan banyak negara lainnya membuat dunia terancam mengalami resesi tahun depan.

Bank Dunia sudah mengutarakan hal tersebut.

"Tiga ekonomi terbesar dunia-Amerika Serikat, China, dan kawasan Eropa- telah melambat tajam," tulisnya dalam sebuah studi baru, dikutip Jumat (16/9/2022).

Bank Dunia yakin pukulan moderat sekalipun akan memicu resesi global. Bank Dunia pun memperkirakan kenaikan suku bunga akan terus dilakukan hingga tahun depan. Namun, langkah ini tak akan cukup mampu membawa inflasi kembali ke tingkat sebelum pandemi Covid-19.

Lembaga internasional ini pun mengatakan bank sentral mungkin perlu menaikkan suku bunga dengan tambahan 2 poin persentase untuk meredam inflasi.

Tambahan dosis suku bunga tersebut berada di atas kenaikan 2 poin yang sudah terlihat di atas rata-rata tahun 2021.

Bank Dunia mengingatkan bahwa dosis lebih tinggi ini dapat memperlambat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global. Pada 2023, PDB dunia diperkirakan bisa susut menjadi 0,5% setelah terkontraksi 0,4%.

Menurut Bank Dunia, ini akan memenuhi definisi teknis dari resesi global.

Ketika resesi terjadi, maka permintaan ekspor tentunya akan menurun, aktivitas sektor manufaktur tentunya juga akan melambat. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga akan terseret, meski risiko resesi masih kecil.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PMI Manufaktur RI Kontraksi Lagi, Terburuk Sejak Covid-19