Profil Credit Suisse: Potret Bank Yang Suka Simpan Duit Haram

Muhammad Maruf, CNBC Indonesia
Selasa, 04/10/2022 11:20 WIB
Foto: CNBC Indonesia TV

Jakarta, CNBC Indonesia - Tingkat kesehatan bank papan atas di Eropa, Credit Suisse sedang dalam sorotan pelaku pasar keuangan global. Harga saham dan obligasi bank terbesar kedua di Swiss ini terjun bebas, setelah beredar rumor mengalami masalah serius soal permodalan dan likuiditas.

Siapa sebenarnya Credit Suisse ini?

Bank ini berdiri pada 1856 di Swiss dan kini memiliki lebih dari 50 ribu pegawai, beserta lebih dari 3.500 relation managers yang melayani klien secara global. Nilai dana kelolaannya mencapai CHF 1,6 triliun atau setara lebih dari 24 ribu triliun dalam kurs rupiah (Rp15,400/CHF1) pada 2021.


Konglomerasi Credit Suisse ini memiliki empat divisi bisnis utama. Wealth management, Bank Investasi, bank umum dan manajer investasi. Operasinya tersebar di Swiss, regional Eropa, Timur Tengah dan Afrika, regional Asia Pasifik dan regional Amerika.

Di Indonesia, mereka membuka layanan pialang saham melalui PT Credit Suisse Sekuritas Indonesia, yang beralamat di gedung Sampoerna Strategic Square, Setiabudi Jakarta Selatan.

Dekat Dengan Penjahat

Namun, bank yang amat terkenal dengan privilege kerahasiaan data nasabah ini juga dikenali memiliki isu miring seputar kedekatannya dengan dunia hitam. Yaitu sebagai surga bagi para koruptor, penjahat kakap, kartel narkoba hingga diktator menyimpan uang haram mereka.

Isu tersebut tidak sepenunya miring, dan terbukti! Terungkap oleh hasil investigasi gabungan 160 wartawan di 48 media di berbagai negara terhadap dokumen Swissleaks yang dibocorkan kepada harian Jerman, Süddeutsche Zeitung (SZ) setahun lalu dan baru dirilis akhir Februari tahun ini.

Isinya, terdapat daftar rekening bernilai US$100 miliar milik bandar narkoba, koruptor, diktator, pelaku perdagangan manusia dan sederet aktvitas hitam lainnya. Dokumen itu menyimpan data 18 ribu rekening milik 37 ribu nasabah perorangan atau perusahaan di Credit Suisse antara 1940-an hingga 2010-an.

Credit Suisse menolak laporan media yang langsung menjadi headline media global itu dengan menilai sebagai "tuduhan dan insinuasi" sebab 90% rekening yang terungkap adalah dormant account alias tidak aktif, atau sedang dalam proses penutupan.

Namun mereka tidak bisa mengelak ikut andil dalam penggelapan triliunan dana kasus korupsi 1MDB di Malaysia yang kini menyeret mantan Perdana nama Menteri Malaysia Najib Razak ke jeruji besi. Pada 2017 silam, Singapura juga menjatuhkan denda kepada Credit Suisse, karena membiarkan tindakan pencucian uang hasil korupsi.

Tidak jelas betul apakah dana-dana jumbo hasil korupsi pejabat di Indonesia masuk ke Credit Suisse. Namun, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss menjadi Undang-Undang, pada Juli 2020.

Adanya undang-undang tersebut dan fakta Credit Suisse adalah bank terbesar nomor dua di sana tampak menunjukkan betapa besarnya potensi uang rakyat Indonesia yang disimpan para maling berdasi di sana. Sebelum adanya perjanjian tersebut, antara 2005 hingga 2009, aparat penegak hukum tercatat pernah memulangkan aset-aset negara ke Tanah Air.

Di antaranya milik mantan Direktur Utama Bank Global, Irawan Salim sebesar Rp 500 miliar. Aset milik mantan Direktur Utama Bank Mandiri, ECW Neloe, sebesar US$5 juta hingga aset dana talangan Bank Century yang diduga dilarikan pada 2008.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(mum/mum)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bankir Putar Otak Genjot Kredit Saat Daya Beli & Ekonomi Lesu