Inflasi Indonesia Nyaris 6%, IHSG Merah di sesi I

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
03 October 2022 11:55
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di melemah pada penutupan perdagangan sesi I Senin (3/10/2022) pasca rilis data inflasi Indonesia periode September melonjak dan mencapai angka tertinggi sejak Desember 2014.

IHSG dibuka melemah 0,34% di posisi 7.017 dan ditutup di zona merah dengan koreksi 0,32% atau 22,32 poin, ke 7.018,48 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat turun ke Rp 6,03 triliun dengan melibatkan lebih dari 12 miliar saham yang berpindah tangan 733 kali.

Sejak perdagangan dibuka IHSG sudah berada di zona merah. Selang 5 menit saja IHSG langsung ambles 0,3% ke 7.018,24. Pukul 09:30 WIB indeks terpantau sempat menyentuh zona hijau, sesaat kemudian IHSG kembali jatuh ke zona koreksinya. Pukul 10:08 WIB IHSG terpantau melemah 0,24% ke 7.023,72 dan konsisten berada di zona merah hingga penutupan perdagangan.

Level tertinggi berada di 7.047,62 sekitar pukul 09:30 WIB, sementara level terendah berada di 6.995,06 sesaat setelah perdagangan dibuka. Mayoritas saham siang ini terpantau masih mengalami penurunan.

Statistik perdagangan mencatat ada 265 saham yang melemah dan 261 saham yang mengalami kenaikan dan sisanya sebanyak 159 saham stagnan.

Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya siang ini, yakni mencapai Rp 462,5 miliar. Sedangkan saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 412,7 miliar dan saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) di posisi ketiga sebesar Rp 217,5 miliar.

Pasar saham AS kembali ditutup ambruk pada perdagangan pekan lalu dipicu oleh gejolak ekonomi yang kian memanas. Saham melanjutkan aksi jual karena kekhawatiran bahwa resesi tidak akan menghentikan The Fed menaikkan suku bunga.

Indeks Dow JonesIndustrial Average (DJIA) berakhir tergelincir 500 poin atau 1,71%. Sedangkan, indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite melemah tajam masing-masing 1,51%.

Di sepanjang September 2022, indeks Dow Jones ambles 8,8%, sementara indeks S&P 500 dan Nasdaq jatuh yang masing-masing sebesar 9,3% dan 10,5%. Dari 11 sektor pada indeks S&P 500, hanya indeks sektor real estate yang berhasil di zona hijau, sementara sektor teknologi terkoreksi tajam.

Terkoreksinya bursa Wall street dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap potensi resesi setelah mayoritas bank sentral dunia mengetatkan kebijakan moneternya dengan kompak menaikkan suku bunga acuan untuk meredam tsunami inflasi yang melanda di berbagai negara di dunia.

Padahal, perekonomian AS secara teknis sudah memasuki zona resesi.Berdasarkan data dari Biro Analisis Ekonomi AS yang dirilis Kamis (29/9/2022), ekonomi AS mengalami kontraksi 0,6% secara tahunan pada kuartal II/2022, tak berubah dari pembacaan awal pada akhir Juli lalu.

Kekhawatiran semakin nyata dengan hasil survey yang dilakukan Reuteres, Sebanyak 59 dari 83 ekonom yang disurvei Reuters memperkirakan The Fed akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada November, dan berlanjut hingga Desember, The Fed diperkirakan akan menaikkan lagi sebesar 50 basis poin menjadi 4,25% - 4,5%. Ini akan menambah 'penderitaan' ekonomi yang lebih besar.

Inflasi masih menjadi momok mengerikan hampir di seluruh negara di dunia. Situasi ini yang bahkan diperkirakan bakal menyeret dunia ke jurang resesi tahun depan. Inflasi negara berkembang saat ini rata-rata sudah di atas 10%. Sedang inflasi negara maju sudah melebihi 8%. Padahal, inflasi di kawasan ini sebelumnya masih sekitar 0%.

Dari dalam negeri, inflasi September menembus 1,17% (month to month/mtm) pada September, tertinggi sejak Desember 2014. Lonjakan inflasi pada September memperpanjang tren historis nya yakni inflasi akan menukik setiap kali ada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (Subsidi).

Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini juga mengumumkan jika inflasi secara tahunan (year on year/yoy) pada Agustus menembus 5,95%.

Angka inflasi ini lebih tinggi dari Polling CNBC Indonesia dari 14 lembaga keuangan menilai, angka inflasi akan melesat rata-rata 1,2% poin persentase secaramonth-to-month(mtm). Hasil polling juga memperkirakan bahwa angka inflasi secara tahunan (year-on-year/yoy) akan berada di 5,98%.

Inflasi tinggi pada September juga sesuai dengan perkembangan inflasi di era Presiden Joko Widodo atau Jokowi Sejak menjabat presiden pada Oktober 2014 hingga Agustus 2022, inflasi Indonesia hanya dua kali melewati 1% yakni pada 1,50% (mtm) pada November 2014 dan 2,46% (mtm) pada Desember 2014.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum/aum) Next Article IHSG Sesi I Hari Ini Turun Tipis, 268 Saham Merah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular