Alert! Rupiah Tembus Rp 15.280/US$, Terburuk Kedua di Asia
Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah kembali terkoreksi terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga pada pertengahan perdagangan Senin (03/10/2022), meskipun data aktivitas manufaktur Indonesia ekspansif. Apa pemicunya?
Mengacu pada data Refinitiv, rupiah terkoreksi pada pembukaan perdagangan sebanyak 0,3% ke Rp 15.230/US$. Sayangnya, rupiah kembali terkoreksi lebih dalam sebesar 0,36% ke Rp 15.280/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Di sepanjang September 2022, indeks dolar AS yang mengukur kinerja si greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya, terpantau melesat 3,14%. Namun, pada pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS kembali ke posisi 112,12 dan kian menjauhi rekor tertingginya pada akhir September 2022 di posisi 114,7.
Meski begitu, analis memprediksikan bahwa dolar AS akan tetap perkasa karena ditopang oleh prediksi pasar bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan terus menaikkan suku bunga acuannya untuk meredam inflasi hingga ke target Fed di 2%. Bahkan, analis memprediksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya hingga akhir tahun ini.
"The Fed tidak akan memperlambat laju kenaikan suku bunga mereka dengan 75 basis poin pada November dan 50 basis poin lebih banyak pada Desember," kata Christopher Rupkey, kepala ekonom di FWDBONDS di New York dikutip CNBC International.
Padahal, perekonomian AS secara teknis sudah memasuki zona resesi. Berdasarkan data dari Biro Analisis Ekonomi AS yang dirilis Kamis (29/9/2022), ekonomi AS mengalami kontraksi 0,6% secara tahunan pada kuartal II/2022, tak berubah dari pembacaan awal pada akhir Juli lalu.
Data tersebut mengonfirmasi bahwa AS telah memasuki resesi secara teknis menyusul kontraksi 1,6% pada kuartal I-2022.
Namun, hal tersebut tampaknya tidak membuat The Fed gentar untuk mengendalikan inflasi. Negeri Paman Sam merupakan ekonomi terbesar di dunia, sehingga jika AS mengalami perlambatan maka tentunya akan berdampak pada negara-negara lain.
Isu resesi global pun kian mencuat, membuat permintaan akan dolar AS pun meningkat. Dolar AS merupakan salah satu nilai tukar yang memiliki nilai lindung atau safe haven, sehingga ketika situasi ekonomi tidak pasti, maka investor tentunya akan beralih pada aset yang aman seperti dolar AS.
"Kekuatan dolar benar-benar melampaui banyak ekspektasi para analis untuk tahun ini, dan kemungkinan akan tetap lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama," kata Analis Senior Mata Uang Commonwealth Bank of Australia Carol Kong dikutip Reuters.
Dari dalam negeri, rilis data ekonomi PMI Manufaktur September 2022 kembali ekspansif mencapai 53,7, naik dari 51,7 pada bulan sebelumnya.
Sebagai catatan, ini adalah posisi PMI di atas level 50 dalam tiga belas bulan beruntun. Selain itu, IHS Markit mencatat ini adalah tingkat ekspansi yang tercepat dalam delapan bulan dan paling solid secara keseluruhan.
Laura Denman, Ekonom di S&P Global Market Intelligence, mengungkapkan data survei terbaru konsisten dengan peningkatan kesehatan manufaktur Indonesia sejak Januari lalu.
"Kondisi permintaan yang lebih kuat membantu untuk mendorong peningkatan pesanan baru yang paling tajam dalam hampir setahun ini," kata Laura, dikutip CNBC Indonesia, Senin (3/10/2022).
Laura menambahkan peningkatan permintaan juga mempengaruhi aktivitas pembelian, yang meningkat pada kecepatan paling tajam dalam delapan bulan.
Perbaikan permintaan juga mendorong peningkatan yang lebih kuat dalam produksi, serta lapangan pekerjaan. Di sisi lain, IHS Markit melihat adanya pelunakan dari tekanan inflasi.
Meskipun perusahaan manufaktur Indonesia umumnya yakin bahwaoutputakan meningkat selama tahun depan, IHS Markit tetap melihat tingkat sentimen positif turun ke terendah tiga bulan dan tetap di bawah tren sejarah.
Namun, rilis data ekonomi yang solid tersebut tampaknya belum dapat mendorong penguatan rupiah terhadap dolar AS.
Di Asia, mayoritas mata uang juga berguguran, di mana baht Thailand menjadi mata uang berkinerja terburuk dan terkoreksi dalam sebesar 0,82% terhadap si greenback. Disusul oleh Mata Uang Tanah Air dan dolar Taiwan yang melemah masing-masing sebesar 0,36% dan 0,34% di hadapan dolar AS.
Sementara itu, hanya yuan China yang berhasil menguat tipis 0,09% dan dolar Hong Kong bergerak stagnan terhadap dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/aaf)