Harga Minyak Diramal ke US$88 Akhir 2022, BBM Bisa Turun?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
03 October 2022 11:50
Foto: Reuters
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) diprediksi akan berada di bawah level US$90 per barel pada akhir tahun ini. Pergerakan harga minyak mentah tersebut tentunya akan mempengaruhi harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri, khususnya non-subsidi.

Survei Energi Fed Dallas kuartal ketiga menunjukkan mayoritas dari 159 perusahaan minyak dan gas dari mengatakan harga minyak mentah WTI akan berakhir di US$88,74 pada 2022. Perkiraan terendah berada di US$65 per barel, sedangkan perkiraan tertinggi datang di US$122 per barel.

"Optimisme agak berkurang pada kuartal ini karena indeks prospek perusahaan membukukan pembacaan positif kesembilan berturut-turut tetapi turun 33 poin menjadi 33,1," kata Survei Energi Fed Dallas.

"Indeks ketidakpastian prospek keseluruhan melonjak dari 12,4 menjadi 35,7, menunjukkan ketidakpastian menjadi jauh lebih jelas pada kuartal ini, terutama di antara perusahaan E&P.Indeks ketidakpastian adalah 17,8 untuk perusahaan jasa versus 45,2 untuk perusahaan E&P, dengan 53 persen perusahaan E&P melaporkan peningkatan ketidakpastian," tambah survei tersebut.

Sejalan dengan nada pesimis menurut survei tersebut, Goldman Sachcs menurunkan perkiraan harga minyaknya di tengah memburuknya prospek ekonomi global.

Goldman Sachs menurunkan proyeksi harga minyak menjadi US$100 per barel dari US$125 per barel pada tiga bulan terakhir 2022. Bahkan angka ini telah turun US$30 barel dari perkiraan awal yakni US$130 oer barel.

Sementara apda tahun depan, Goldman Sachs melihat harga rata-rata minyak mentah dunia akan diperdagangkan di US$108 per barel. Angka ini juga turun dari perkiraan sebelumnya yakni US$125 barel.

Goldman mengatakan bahwa tetap ada kemungkinan harga minyak untuk naik karena keadaan pasokan yang sangat ketat.

"Akan tetapi nilai tukar dolar Amerika Serikat yang kuat dan permintaan yang melemah akan menjadi hambatan kuat terhadap harga hingga akhir tahun.Namun, pengaturan pasokan bullish struktural - karena kurangnya investasi, kapasitas cadangan yang rendah dan inventaris - hanya tumbuh lebih kuat, pasti membutuhkan harga yang jauh lebih tinggi," kata Damien Courvalin analis Goldman Sachs.

Minyak dunia diperkirakan akan semakin ketat setelah OPEC+ membuka pembicaraan mengenai pemotongan produksi sebesar 1 juta barel per hari (bph).

Pertemuan OPEC+ akan berlangsung pada 5 Oktober mendatang. Penurunan harga minyak dan bulan-bulan volatilitas pasar yang parah yang mendorong produsen utama OPEC+, Arab Saudi, untuk mengatakan bahwa kelompok tersebut dapat memangkas produksi.

Pekan lalu, sebuah sumber mengatakan Moskow berharap OPEC+ dapat memotong 1 juta bph atau 1% dari pasokan global.

Itu akan menjadi pemotongan terbesar sejak 2020 ketika OPEC+ mengurangi produksi dengan rekor 10 juta bph karena permintaan turun karena pandemi Covid-19. Kelompok ini menghabiskan dua tahun berikutnya untuk memecahkan rekor tersebut.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ras/ras) Next Article Harga Minyak Dunia Meroket, APBN RI Masih Aman?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular