
Jangan Cemas, Ini Deretan Isu yang Berpotensi Gerakkan Pasar!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kompak ditutup melemah minggu ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah nyaris 2% dan rupiah mencatatkan kinerja bulanan terburuk sejak awal pandemi Covid-19.
Pelemahan tersebut didorong oleh kekhawatiran investor terhadap potensi resesi setelah mayoritas bank sentral dunia mengetatkan kebijakan moneternya dengan menaikkan suku bunga acuan. Selain itu, dolar AS yang semakin perkasa ikut menjadi berita buruk bagi berbagai pasar keuangan dan komoditas, termasuk IHSG dan rupiah.
Sebagai catatan, meski melemah, kinerja bursa domestik dan rupiah sejatinya masih lebih baik dibandingkan dengan yang terjadi di banyak negara lainnya.
Lalu bagaimana dengan kondisi pasar minggu depan, sentimen apa saja yang patut diperhatikan dan berpotensi menggerakkan pasar?
Pekan depan ada beberapa hal yang wajib diperhatikan oleh para investor, dengan isu terbesar berasal dari dalam negeri.
Pertama adalah terkait data inflasi terbaru untuk bulan September dan akan diumumkan oleh BPS dalam konferensi pers yang akan digelar Senin (3/10/2022) pukul 11.00 WIB. Konsensus Trading Economics menyebut, inflasi RI bulan lalu berada di angka 6% secara tahunan (yoy), naik dari bulan sebelumnya sebesar 4,69%.
Sementara itu Indeks Harga Konsumen (IHK) juga kembali melesat secara bulanan (mtm), terakselerasi 1,26%, dari bulan sebelumnya yang sempat melambat atau turun 0,21% secara bulanan.
Inflasi tinggi ini dapat menjadi kabar buruk bagi pasar keuangan secara luas. Sebab, inflasi tinggi dapat memukul daya beli masyarakat, sehingga dapat memberikan dampak buruk bagi kinerja keuangan perusahaan. Sejumlah sektor dapat mengalami pukulan lebih dalam, apabila konsumen memangkas pengeluarannya demi menjaga aliran kas personal.
Selain itu inflasi tinggi juga menjadi lampu hijau bagi Bank Indonesia (BI) untuk kembali menaikkan suku bunganya, yang pada akhirnya dapat membatu menurunkan secara artifisial dari sisi permintaan dan inflasi dapat turun kembali. Hal tersebut juga akan memperlambat ekonomi dan berdampak negatif bagi perusahaan dan pasar modal secara lebih luas.
Pada hari Senin, S&P Global juga dijadwalkan untuk mengumumkan angka PMI Manufaktur Indonesia yang diperkirakan masih mengalami ekspansi pada bulan September. Jika benar, ekspansi ini merupakan yang ke-13 kali beruntun, dengan kontraksi terakhir terjadi pada bulan Agustus tahun lalu, ketika varian delta menyebar luas.
Selanjutnya akhir pekan juga ada pengumuman data terbaru terkait cadangan devisa RI, yang nilainya diproyeksikan tidak mengalami perubahan signifikan.
Cadangan devisa ini, menjadi sangat penting mengingat rupiah yang sudah terdepresiasi dalam melawan dolar AS. Angka cadangan devisa yang tinggi dan mencukupi dapat menjadi salah satu buffer utama agar rupiah mengalami korosi lebih tebal.
Kemudian investor juga patut mempersiapkan diri dengan musim laporan keuangan kuartal ketiga sudah di depan mata. Kick-off laporan keuangan akan diinisiasi oleh emiten perbankan yang biasanya dimulai pada minggu ketiga.
Secara historis dan empiris, kinerja keuangan memiliki korelasi yang relatif kuat akan performa saham perusahaan. Artinya investor patut mengulik dan menginvestasi lebih dalam emiten mana saja yang akan melaporkan kinerja positif.
Beberapa metrik dapat terlihat jelas, seperti besaran jumlah penjualan dan harga jual yang lebih tinggi berpotensi meningkatkan kinerja secara langsung. Beberapa yang lain lebih sulit diprediksi karena parameter yang mempengaruhi cukup bervariasi.
Selanjutnya investor perlu menyimak pergerakan harga komoditas yang sering kali ikut mendikte pergerakan pasar saham domestik. Sejumlah emiten di sektor energi, pertambangan hingga perkebunan pergerakannya nyaris secara eksklusif ditopang oleh naik turunnya harga komoditas di pasar global.
Dari pasar global, investor patut memonitor pergerakan sejumlah mata uang utama, khususnya dolar AS yang kian perkasa dan dapat menjadi hambatan bagi ekonomi dunia.
Investor juga patut menyimak pergerakan poundsterling dan situasi pasar obligasi Inggris pasca keputusan mini-budget dan relaksasi sejumlah aturan dengan harapan mampu membangkitkan ekonomi. Meski ukuran ekonomi tidak sebesar China dan AS, posisi London sebagai salah satu pusat finansial global dapat mengirimkan riak ke pasar keuangan yang lebih luas, apabila pemerintah Inggris tidak mampu menyelesaikan polemik pasar keuangan domestik di sana.
Terakhir, investor juga patut menyimak data ekonomi global dari sejumlah ekonomi utama dunia. Data-data tersebut termasuk tingkat inflasi dan angka PMI manufaktur yang dapat menjadi proksi terhadap kondisi ekonomi global yang lebih luas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Degdegan Tunggu Risalah The Fed, Investor Amati Inflasi
