
Amerika OTW Resesi! Rupiah Melesat ke Bawah Rp 15.200/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Jumat (30/9/2022). Meski demikian, melihat pergerakan kemarin ada risiko penguatan rupiah tersebut akan terus terpangkas.
Begitu perdagangan dibuka rupiah langsung melesat 0,72% ke Rp 15.150/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv. Tidak lama, penguatan rupiah terpangkas dan berada di Rp 15.200/US$ atau menguat 0,39%.
Indeks dolar AS yang merosot 2 hari beruntun membuat rupiah mampu menguat pagi ini. Kemarin indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini turun 0,3% setelah merosot 1,3% Rabu lalu. Pagi ini indeks dolar AS kembali turun 0,2%.
Penurunan tersebut terjadi setelah rilis data final pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat kuartal II-2022.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi 0,6% secara tahunan pada kuartal II-2022, tak berubah dari pembacaan sebelumnya pada akhir Juli lalu.
Data tersebut sebenarnya mengonfirmasi bahwa AS telah memasuki resesi secara teknis menyusul kontraksi 1,6% pada kuartal I-2022.
Namun, banyak yang meragukan Amerika Serikat resesi, sebab pasar tenaga kerja masih sangat kuat.
Meski demikian, dengan kontraksi yang terjadi terus menerus, tinggal masalah waktu pasar tenaga kerja AS akan melemah. Artinya Amerika Serikat 'OTW' resesi yang sebenarnya.
Ketika resesi terjadi dan pasar tenaga kerja mengalami pelemahan, ada kemungkinan bank sentral AS (The Fed) mengurangi agresivitasnya dalam menaikkan suku bunga.
Seperti diketahui The Fed sangat agresif dalam menaikkan suku bunganya guna meredam inflasi.
Namun, menurut Steven Forbes, 'obat' paling mujarab untuk menurunkan inflasi adalah stabilitas nilai tukar.
"Tidak ada bank sentral, hampir semua, yang membicarakan stabilitas nilai tukar mata uang. Mereka sedang membuat perekonomian tertekan untuk memerangi inflasi," kata bos media Forbes ini, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (26/9/2022).
"Mereka melakukan dengan menaikkan suku bunga. Bisa jadi akan ada banyak PHK, itu bukan obat sebenarnya. Obat sebenarnya adalah menstabilkan nilai tukar mata uang, mereka tidak perlu membuat masyarakat menjadi miskin guna memerangi inflasi," kata Forbes.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
