Yield SBN Bervariasi di Saat Yield Treasury AS Melonjak Lagi
Jakarta, CNBCIndonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup beragam pada perdagangan Kamis (29/9/2022), di tengah melonjaknya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS).
Sikap investor di pasar SBN pada hari ini cenderung bervariasi, di mana pada SBN tenor 3, 5, 10, dan 25 tahun ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield.
Sedangkan untuk SBN tenor 1, 15, 20, dan 30 tahun cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield.
Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 5 tahun menjadi yang paling besar penurunan yield-nya pada hari ini, yakni merosot 7,3 basis poin (bp) ke posisi 6,77%.
Sedangkan untuk SBN tenor 1 tahun menjadi yang paling besar kenaikan yield-nya, yakni meningkat 3,2 bp menjadi 5,628%.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara berbalik turun 1,3 bp menjadi 7,393%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Sementara itu dari AS, yield obligasi pemerintah (US Treasury) cenderung melonjak pada pagi hari waktu AS.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 2 tahun melesat 12,7 bp menjadi ke 4,221%, menjadi yang tertinggi sejak Juli 2007 silam.
Sedangkan untuk yield Treasury berjangka menengah yang juga menjadi benchmark obligasi pemerintah Negeri Paman Sam, yakni Treasury berjatuh tempo 10 tahun juga melonjak 13,1 bp menjadi 3,838%, tertinggi sejak Juli 2008 silam.
Pasar obligasi pemerintah telah bersaing dengan kekhawatiran pelaku pasar tentang kenaikan suku bunga, resesi yang menjulang dan volatilitas yang tinggi di pasar mata uang global.
Namun, sempat ada kabar baik yang datang dari Inggris, di mana bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) berencana untuk membeli obligasinya untuk menenangkan kekacauan pasar dan menstabilkan kembali poundsterling.
Namun, poundsterling kembali melemah 1% terhadap dolar AS ke posisi GBP 1,078/US$. Poundsterling menjadi salah satu mata uang yang terdampak dari perkasanya dolar AS, selain yen Jepang, euro, dan yuan China.
Dolar AS memang sedang sangat perkasa. Pada perdagangan hari ini, indeks yang mengukur sang greenback juga masih cukup tinggi, yakni di 113,23.
Keperkasaan dolar AS tersebut ditopang oleh sikap agresif bank sentral AS (Federal Reserve/the Fed) untuk meredam inflasi dengan menaikkan suku bunga acuannya.
Di sepanjang tahun ini, The Fed tercatat sudah menaikkan suku bunga hingga 300 basis poin (bp) dan mengirim tingkat suku bunga menjadi 3-3,25%. Keagresifan The Fed kian meningkatkan isu resesi global.
Padahal secara teknis, negara dengan perekonomian terbesar di dunia seperti AS sudah mengalami resesi karena pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi selama dua kuartal beruntun tahun ini.
US Bureau of Economic Analysis melaporkan Produk Domestik Bruto (PDB) AS kuartal I-2022, terkontraksi 1,6% (quarter-to-quarter/qtq). Lalu pada kuartal II-2022, ekonomi Negeri Paman Sam kembali terkontraksi 0,9% qtq.
Meski begitu, The Fed diprediksikan akan terus menaikkan suku bunga acuannya hingga Februari 2023 untuk menekan angka inflasi kembali ke target The Fed di 2%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)