
Bursa Hong Kong Terguncang! Drop 3% Lebih, Ini Penyebabnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik terpantau terkoreksi parah pada perdagangan Rabu (28/9/2022), di mana indeks Hang Seng Hong Kong memimpin koreksi bursa Asia-Pasifik.
Pada pukul 15:20 WIB, Hang Seng terpantau ambruk lebih dari 3%, tepatnya ambruk 3,41% ke posisi 17.250,88. Tak hanya Hang Seng saja, indeks Shanghai Composite China juga ambrol 1,58% menjadi 3.045,07.
Selain Hang Seng dan Shanghai, bursa saham Asia-Pasifik lainnya juga cenderung terkoreksi cukup dalam pada hari ini. Indeks Nikkei 225 Jepang ambles 1,5% ke posisi 26.173,98, Straits Times Singapura tergelincir 1,58% ke 3.115,58, KOSPI Korea Selatan longsor 2,45% ke 2.169,29, ASX 200 Australia melemah 0,53% ke 6.462, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,5% menjadi 7.077,03.
Lemahnya yuan China menjadi penyebab ambruknya Hang Seng dan Shanghai pada hari ini, meski Hong Kong mempunyai mata uang sendiri yakni dolar Hong Kong.
Mata uang Negeri Panda tersebut anjlok melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada hingga menyentuh level terlemah sejak awal 2008. Per pukul 15:03 WIB, yuan China ambles 0,88% ke posisi CNY 7,2388/US$.
Terkoreksinya mata uang yuan China dipicu oleh keperkasaan dolar AS di pasar spot. Indeks dolar AS yang mengukur kinerja si greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya terpantau menguat cukup tajam 0,44% ke posisi 114,613 dan kembali menyentuh rekor tertingginya sejak dua dekade. Tidak heran, jika mata uang Negeri Panda pun tersungkur.
Padahal, pada Senin lalu, bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) telah berusaha untuk menstabilkan nilai tukar mata uangnya dengan memberlakukan kenaikan risk reverse requirement ratio untuk institusi finansial yang akan membeli valuta asing melalui kontrak forward menjadi 20% dari 0% yang dimulai hari ini.
Hal tersebut juga dilakukan PBoC untuk mempertahankan sentimen positif di pasar valas.
Namun, langkah itu tampaknya belum berdampak signifikan seiring keperkasaan dolar AS. Keperkasaan dolar AS ditopang oleh keputusan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin (bp) pada 21 September 2022 dan membawa tingkat suku bunga Fed ke 3-3,25%, tertinggi sejak 2008.
Bahkan, pejabat The Fed kembali mengisyaratkan kenaikan suku bunga hingga tingkat dana mencapai titik akhir sebesar 4,6% pada 2023. Ini menyiratkan kenaikan suku bunga seperempat poin tahun depan tetapi tidak ada penurunan.
Sejumlah bank investasi seperti Goldman Sachs dan Barclays pun menaikkan perkiraan mereka untuk suku bunga Fed.
Goldman Sachs dan Barclays Research memprediksikan bahwa The Fed akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 bp pada November 2022, 50 bp pada Desember 2022, dan 25 bp pada Februari 2023 sebagai puncaknya dengan tingkat suku bunga berada di 4,5-4,75% di 2023, lebih tinggi daripada perkiraan sebelumnya di 4-4,25%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
