Ngeri! 6 Imbas Yield SBN Naik Bisa Bikin 'Kantong' Bolong

Jakarta, CNBC Indonesia - Tingkat imbal hasil atau yield Surat Berharga Negara (SBN) atau obligasi melambung tinggi akibat kekhawatiran atas tren suku bunga tinggi, dan pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Berbagai alasan menjadi pemicu capital outflow di pasar obligasi dalam negeri, baik oleh investor asing maupun lokal.
Yield untuk benchmark 10 tahun, FR0091 yang memiliki kupon 6,375% kemarin ditutup pada level 7,400% tertinggi sejak 27 Juli lalu. Sementara seri acuan 5 tahun FR0090 bertengger pada 6,918, tertinggi hampir dalam tiga bulan terakhir. Beberapa analis yakin, yield SBN 10 tahun ini bahkan bisa menyentuh angka 8%. Arah yield dan harga berlaku terbalik, bila imbal hasil naik maka harga turun atau obligasi tersebut sedang murah, dan sebaliknya.
Mengapa Yields SBN Naik?
Secara teoritis, kenaikan yield obligasi ada kaitannya dengan keyakinan bila perekonomian akan membaik, sehingga investor berani mengambil risiko lebih untuk menanamkan duitnya ke aset yang lain, seperti saham dan produk lainnya. Yang terjadi sekarang adalah kebalikan dari anggapan tersebut.
Kendati dunia diprediksi akan resesi-yang seharusnya bagus untuk pasar SBN, investor lokal kini lebih khawatir atas kenaikan suku bunga dan inflasi yang bisa menggerus return portfolio mereka. Sementara sell-off SBN oleh investor asing akibat naiknya risiko rugi kurs akibat pelemahan rupiah terhadap dollar AS, dan semakin menariknya imbal hasil obligasi pemerintah Negeri Paman Sam.
Apakah ini terjadi hanya di Indonesia? Tidak, karena index harga obligasi global juga sudah terkoreksi hampir 20%, dimana Indonesia masuk di dalamnya.
Dampak Yield Tinggi Pada Anda?
SBN adalah aset penting di pasar keuangan, yang bahkan dipakai oleh Bank Indonesia sebagai alat utama untuk menstabilkan rupiah dan menjaga inflasi. Kerenanya, tingkat imbal hasil obligasi menjadi acuan baik aset finansial maupun aset rill.
Bank misalnya, menjadikan SBN sebagai alternatif menyimpan dana pihak ketiga apabila bisnis kreditnya lesu. Imbal hasil obligasi menjadi salah satu faktor utama bagi bank menentukan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK), yaitu tingkat suku bunga yang dikenakan bank kepada nasabahnya. Berikut risiko-risiko yang bakal menimpa anda bila yields SBN terus menerus naik.
Bencana Untuk KPR berbunga floating
Cek kembali status cicilan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) anda. Bila statusnya sudah bunga mengambang atau floating-bukan lagi bunga tetap, maka jumlah cicilan anda dipastikan akan naik, sesuai kebijakan bank. Kenaikannya berbeda-beda di setiap bank, atau mengacu pada SBDK. Data SBDK ini di update setiap bulan dan dapat dilihat di website bank bank. Namun, perlu dicatat tingkat SBDK ini belum memasukan penilaian bank atas risiko kredit masing masing debitur, sehingga bunga yang dikenakan kepada anda akan jauh berada di atasnya.
Tidak hanya KPR yang berjalan, yield SBN tinggi juga membuat bank akan lebih berhati-hati menyalurkan kredit baru. Untuk itu bagi yang belum punya rumah fenomena ini akan mempersulit Anda dalam memiliki hunian, kalaupun dapat bunganya tidak lagi semurah situasi normal.
Tagihan kartu kredit bisa bengkak
Periksa kembali tagihan bulanan kartu kredit anda, sebab kenaikan yield SBN justru berpengaruh besar terhadap kartu kredit dibandingkan KPR. Ini karena penetapan bunga kartu kredit tidak menggunakan dasar SBDK sebagaimana KPR, melainkan ya suka-suka nya bank. Mereka yang terdampak adalah yang memiliki tagihan tanpa cicilan tetap.
Sulit cari pinjaman
Salah satu efek buruk dari kenaikan yield SBN adalah crowding effect, yaitu kenaikan investasi di sektor pemerintah yang mengakibatkan berkurangnya investasi di sektor swasta. Gampangnya, bank akan lebih memilih investasi di SBN dari pada memberikan pinjaman karena tingginya yield SBN yang ditawarkan. Efeknya, bank akan memasang bunga pinjaman tinggi dan lebih selektif dalam memberikan pinjaman. Tentu ini akan menyulitkan bagi anda yang sedang membutuhkan dana.
Tekor investor obligasi
Sebagaimana hukum yield dan harga obligasi bekerja, kenaikan imbal hasil SBN menujukkan bahwa portofilo obligasi anda sedang berada di zona merah. Bagi pemilik obligasi ritel coba cek berapa nilai investasi anda di pasar skunder. Sebaliknya, bagi risk taker nilai obligasi saat ini sedang murah-murahnya dan membuka momen untuk mengoleksi 'barang'.
Hati-hati pegang saham
Teorinya, investor yang lari dari pasar obligasi akan nyemplung ke pasar saham. Sayangnya ini tidak terjadi, dan bahkan kenaikan yield bisa berdampak buruk pada sejumlah saham. Yield naik pada dasarnya adalah kenaikan biaya pinjaman, sehingga periksa kembali portofolio anda, apakah ada yang pembiayaannya amat bergantung pada obligasi, atau memiliki rasio utang yang tinggi. Bisa dipastikan, emiten yang menggunakan obligasi sebagai alat untuk membayar kembali utangnya atau refinancing akan mendapati kenaikan biaya bunga. Tentu ini, menggerus keuntungan yang seharusnya menjadi milik anda.
Jual rumah makin susah
Ini adalah kombinasi maut antara resesi dan yield yang tinggi. Salah satu ciri resesi adalah lesunya minat permintaan terhadap apa saja, apalagi rumah. Di sisi lain, yield SBN tinggi menawarkan tingkat pengembalian investasi yang menarik disamping aman karena dimiliki negara. Ini mengakibatkan permintaan terhadap rumah baik itu baru maupun bekas berkurang. Yield SBN tinggi di negara berkembang seperti Indonesia, pada dasarnya adalah sinyal kehati-hatian sehingga banyak orang memilih memegang uang tunai atau aset yang likuid.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Investor Lepas SBN Lagi, Harganya Kembali Melemah
(pap/pap)