Breaking News: Harga Minyak Anjlok 2,5%, Harga BBM Nyusul?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
27 September 2022 07:36
FILE PHOTO: A maze of crude oil pipes and valves is pictured during a tour by the Department of Energy at the Strategic Petroleum Reserve in Freeport, Texas, U.S. June 9, 2016.  REUTERS/Richard Carson/File Photo
Foto: Ilustrasi: Labirin pipa dan katup minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve di Freeport, Texas, AS 9 Juni 2016. REUTERS / Richard Carson / File Foto

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah jatuh pada perdagangan kemarin ke posisi terendah dalam sembilan bulan terakhir.

Pada Senin (26/9/2022) harga minyak Brent tercatat US$84,06 per barel, anjlok 2,43% dibandingkan posisi sebelumnya. Sementara jenis light sweet West Texas Intermediate turun 2,58% ke US$ 76,71 per barel.

Kedua jenis minyak mentah mencoba bangkit setelah akhir pekan lalu terpuruk karena dolar AS makin perkasa, di mana dolar AS menyentuh level tertingginya dalam lebih dari 20 tahun terakhir di 113,42.

Hal ini membuat minyak dalam tekanan meskipun berusaha bangkit pada perdagangan hari ini. Jika dihitung dari puncaknya di US$125,28 per barel, harga minyak mentah global telah turun 31,63% secara point-to-point (ptp).

"Kami memiliki dolar yang meledak lebih tinggi dan menekan komoditas berdenominasi dolar seperti minyak dan meningkatnya kekhawatiran atas resesi global yang akan datang karena bank sentral menaikkan suku bunga," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Kebijakan moneter yang ketat mendorong dolar AS untuk melaju. Pada Rabu lalu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memutuskan untuk kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin (bp) menjadi 3% - 3,25%, serta menegaskan sikap agresifnya.

The Fed kini melihat suku bunga akan mencapai 4,6% (kisaran 4,5% - 4,75%) di tahun depan. Artinya, masih akan ada kenaikan 150 basis poin dari level saat ini.

Kenaikan suku bunga oleh bank sentral di banyak negara konsumen minyak telah menimbulkan kekhawatiran perlambatan ekonomi yang dapat menekan permintaan minyak.

"Dengan semakin banyak bank sentral dipaksa untuk mengambil langkah-langkah luar biasa tidak peduli biaya ekonomi, permintaan akan terpukul yang dapat membantu menyeimbangkan kembali pasar minyak," kata Craig Erlam, analis pasar senior di Oanda di London.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ras/ras) Next Article Resesi Bikin Harga Minyak Dunia 'Mendingin', RI Untung?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular