
Bursa Asia Dibuka Bangkit, Kabar Baik Buat IHSG

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung menguat pada perdagangan Selasa (27/9/2022), setelah sehari sebelumnya sempat berjatuhan karena investor khawatir dengan potensi resesi global.
Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka menguat 0,58%, Hang Seng Hong Kong naik tipis 0,08%, Shanghai Composite China bertambah 0,26%, ASX 200 Australia menanjak 0,46%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,16%.
Sedangkan untuk indeks Straits Times Singapura pada hari ini dibuka di zona merah, yakni melemah 0,27%.
Cenderung menguatnya bursa Asia-Pasifik pada hari ini terjadi masih lesunya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan Senin kemarin, di tengah gejolak kenaikan suku bunga bank sentral AS serta proyeksi mengejutkan terkait arah suku bunga ke depan yang lebih agresif oleh Komite Pengambil Kebijakan (FOMC) sehingga memicu kekhawatiran resesi.
Indeks Dow Jones ditutup ambles 1,11% ke posisi 29.260,81, S&P 500 merosot 1,03% ke 3.655,04, dan Nasdaq Composite melemah 0,6% menjadi 10.802,92.
"Penjualan obligasi dan ekuitas berlanjut karena kelemahan poundsterling menyoroti kerapuhan pasar terhadap ketidakpastian kebijakan," kata analis ANZ Research dalam laporan riset hariannya, dikutip dari CNBC International.
Kekhawatiran resesi kian menghantui para pelaku pasar setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) merilis proyeksi arah suku bunga kedepan.
Proyeksi dan arah suku bunga ke depan yang dirilis oleh FOMC menunjukkan bahwa Federal Fund Rate (FFR) bisa sampai 4,4% akhir tahun ini. Apabila menganut proyeksi tersebut berarti dalam dua pertemuan terakhir, Fed tidak akan menaikkan suku bunga acuan di bawah 50 basis poin (bp).
Bahkan ketika pelaku pasar memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga acuan tahun depan, proyeksi FOMC justru sebaliknya. Tahun depan mereka masih berpotensi kembali menaikkan suku bunga acuan.
Proyeksi tersebut yang akhirnya membuat pasar keuangan global kembali dilanda dengan koreksi dalam beberapa hari terakhir.
Sementara itu, depresiasi parah dari mata uang Inggris yakni poundsterling juga membuat pelaku pasar semakin khawatir.
Poundserling Inggris turun ke rekor terendah pada hari Senin terhadap dolar AS, jatuh 4% pada satu titik ke level terendah sepanjang masa di US$ 1,0382.
Sejak itu turun dari level terburuknya karena spekulasi bahwa bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) mungkin harus menaikkan suku bunga lebih agresif untuk menekan inflasi.
Kampanye kenaikan agresif bank sentral utama, ditambah dengan pemotongan pajak Inggris yang diumumkan minggu lalu telah menyebabkan dolar AS melonjak. Bahkan tak hanya poundsterling saja, euro juga mencapai level terendah terhadap dolar sejak 2002.
Greenback yang melonjak dapat merugikan keuntungan perusahaan multinasional AS dan juga mendatangkan malapetaka pada perdagangan global, dengan begitu banyak yang ditransaksikan dalam dolar.
"Kekuatan dolar AS seperti itu secara historis menyebabkan semacam krisis keuangan maupun ekonomi," tulis Michael Wilson dari Morgan Stanley, kepala strategi ekuitas AS, dalam sebuah catatan yang dikutip dari CNBC International.
"Jika ada waktu untuk mencari sesuatu yang rusak, inilah saatnya," tambah Wilson.
Di lain sisi, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) meningkat dengan cepat, karena suku bunga global melonjak dan investor mengantisipasi The Fed yang lebih agresif.
Pada Senin kemarin, yield Treasury acuan (benchmark) tenor 10 tahun melampaui 3,9% pada satu titik di siang hari. Itu menandai level tertinggi sejak 2010.
Tak hanya di Treasury tenor 10 tahun saja, melonjaknya yield juga terjadi di Treasury tenor 2 tahun, yang sangat sensitif terhadap kebijakan The Fed. Yield Treasury tenor 2 tahun mencapai 4,3%, level tertinggi sejak 2007.
"The Fed mengirimkan gelombang kejutan di pasar suku bunga global Rabu dengan perkiraan yang lebih agresif untuk kenaikan suku bunga. "Saya pikir ada tiga hal" yang menggerakkan pasar," kata Greg Faranello dari AmeriVet yang dikutip dari CNBC International.
"Ini adalah penetapan harga ulang The Fed. Ini adalah kisah suku bunga global, dan ini adalah fungsi dari likuiditas," tambahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
