Dolar AS Terlalu Perkasa! Harga Tembaga Makin Tak Berdaya

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
26 September 2022 15:48
Indonesia lewat PT Indonesia Alumunium (Inalum) menguasai 51% saham PT Freeport Indonesia. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, melakukan kunjungan kerja ke tambang Freeport di Timika, Papua pada 2-3 Mei 2019.

Dalam acara, Jonan mengunjungi tambang emas legendaris milik Freeport Indonesia, yaitu Grasberg, yang lokasinya 4.285 meter di atas permukaan laut.

Tambang Grasberg ini akan habis kandungan mineralnya dan berhenti beroperasi pada pertengahan 2019 ini. Sebagai gantinya, produksi meas, perak, dan tembaga Freeport akan mengandalkan tambang bawah tanah yang lokasinya di bawah Grasberg.

Dalam kunjungan tersebut, Jonan didampingi Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin, serta sejumlah pejabat Kementerian ESDM.

Perjalanan menuju Grasberg dilakukan menggunakan bus khusus, dan sempat disambung dengan menggunakan kereta gantung atau disebut tram yang mengantarkan hingga ketinggian 4.000 meter di atas permukaan laut, dan disambung dengan bus lagi hingga ke puncak Grasberg.

Cuaca gerimis serta oksigen yang tipis menyambut kedatangan Jonan dan rombongan di lokasi puncak Grasberg.

Dalam kunjungannya Jonan mengatakan, tantangan saat ini adalah membuat operasional Freeport terus berjalan dengan baik, dan produksi, keselamatan kerja, serta lingkungan dapat terjaga dengan baik.

Jonan meminta agar tidak ada hambatan dalam pengelolaan tambang Freeport pasca pengambilalihan 51% saham oleh Inalum.

Jonan juga meminta agar ke depan peranan Freeport terhadap masyarakat Papua makin besar, lewat pembangunan sarana dan prasarana seperti sekolah serta rumah sakit atau puskesmas. (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel)
Foto: Tambang Freeport Grasberg, Timika (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga tembaga dunia mencapai posisi terendah dalam dua bulan lebih. Penyebabnya adalah dolar Amerika Serikat yang menguat.

Pada Senin (26/9/2022) pukul 14.35 WIB harga tembaga dunia tercatat US$ 7.395 per ton, turun 0,52% dibandingkan dengan harga penutupan akhir pekan lalu.

Dolar AS mencapai puncak baru dalam dua dekade terakhir. Indeks dolar AS (yang mengukur kinerja greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya) pada pekan lalu melesat 3,12%. Saat ini berada di 113,31.

Dolar yang tinggi membuat tembaga yang dibanderol dengan greenback menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

Kebijakan moneter yang ketat mendorong dolar AS untuk melaju. Pada Rabu lalu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memutuskan untuk kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin (bp) menjadi 3-3,25%, serta menegaskan sikap agresifnya.

The Fed tampaknya akan tetap agresif, tertuang dalam proyeksi dan arah suku bunga ke depan yang dirilis oleh Komite Pengambil Kebijakan (FOMC). Dalam proyeksinya, FFR bisa sampai 4,4% akhir tahun ini.

Dengan tingkat suku bunga yang lebih tinggi di depan mata, pertumbuhan ekonomi global juga tampak goyah, mengancam permintaan logam industri dan menekan harga.

Sementara itu para pelaku pasar khawatir utang Inggris akan kembali meningkat, padahal rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) saat ini lebih dari 100%, tertinggi dalam 60 tahun terakhir. Akibatnya mata uang poundsterling Inggris ambruk ke rekor terendah sepanjang sejarah melawan dolar Amerika Serikat (AS). 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ras/vap) Next Article Awal Semester II, Harga Tembaga Anjlok 2%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular