'Kiamat'! Poundsterling Jebol ke Rekor Terlemah Dalam Sejarah

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 September 2022 11:17
FILE PHOTO: British five pound banknotes are seen in this picture illustration taken November 14, 2017. REUTERS/Benoit Tessier/File Photo
Foto: Ilustrasi mata uang poundsterling (REUTERS/Benoit Tessier)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar poundsterling Inggris ambruk ke rekor terlemah sepanjang sejarah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (26/9/2022). Poundsterling mulai merosot sejak Jumat pekan lalu setelah pemerintah baru Inggris mengumumkan reformasi ekonomi.

Melansir data Refintiv, poundsterling siang ini ambruk hingga 4,37% ke US$ 1.0382/GBP. Rekor terlemah poundsterling sebelumnya berada di US$ 1,0520/GBP yang tercatat pada 26 Februari 1985. Di saat yang sama poundstelring diperdagangkan di kisaran Rp 15.609/GBP, terlemah sejak Oktober 2016.

Jumat pekan lalu poundstering jeblok hingga 3,56% melawan dolar AS setelah pemerintah Inggris mengumumkan era baru perekonomian yang berfokus pada pertumbuhan, termasuk pemangkasan pajak serta insentif investasi untuk dunia usaha.

Para pelaku pasar khawatir utang Inggris akan kembali meningkat, Padahal rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) saat ini lebih dari 100%, tertinggi dalam 60 tahun terakhir. Selain itu, banyak yang menilai kebijakan tersebut akan menguntungkan bagi orang kaya.

Analis dari Citi mengatakan, Inggris risiko mengalami krisis mata uang, sebab poundsterling bisa ke bawah level paritas (GBP1 = US$ 1).

Hal senada juga diungkapkan oleh Mazen Issa, ahli strategi mata uang senior di TD Securities.

"Di bawah US$ 1,05, anda akan melihat level paritas. Kita sudah melihat euro ke bawah level paritas, saya tidak melihat alasan kenapa poundsterling tidak akan ke bawah level tersebut," kata Issa dalam acara Squawk Box Asia, CNBC International.

Kebijakan pelonggaran fiskal yang dilakukan pemerintah juga berbanding terbalik dengan bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) yang mengetatkan moneter dengan menaikkan suku bunga guna menurunkan inflasi.

Dengan pemangkasan pajak, maka likuiditas di perekonomian tentunya bertambah, dan menurunkan inflasi semakin menantang. Apalagi dengan nilai tukar poundsterling yang jeblok, tekanan inflasi tentunya menjadi semakin besar.

Perekonomian Inggris, yang oleh BoE saat ini sudah mengalami resesi, bisa mendapat masalah dalam waktu yang lama.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular