
Rupiah Gagal Menguat, Masih di Atas Rp 15.000/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah sempat menguat di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) sebelum akhirnya kembali terkoreksi hingga pada pertengahan perdagangan Jumat (23/9/2022). Penguatan indeks dolar AS membebani Mata Uang Ibu Pertiwi.
Mengacu pada data Refinitiv, rupiah menguat pada pembukaan perdagangan sebanyak 0,1% ke Rp 15.000/US$. Sayangnya, rupiah kembali terkoreksi sebesar 0,07% ke Rp 15.025/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Terkoreksinya Mata Uang Garuda terjadi ketika indeks dolar AS sedang menguat di pasar spot. Indeks dolar AS yang mengukur kinerja si greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya, terpantau menguat 0,05% ke posisi 111,4 pada pukul 11:00 WIB.
Keperkasaan indeks dolar AS ditopang oleh kebijakan moneter terbaru dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed). Pada Rabu (21/9), The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps) dan mengirim tingkat suku bunga ke kisaran 3-3,25% dan menjadi posisi tertinggi sejak awal 2008.
"FOMC (Federal Open Market Committee) sangat bertekad untuk menurunkan inflasi menjadi 2%, dan kami akan terus melakukannya sampai pekerjaan selesai," kata Ketua The Fed, Jerome Powell dikutip CNBC International.
Bahkan, pejabat The Fed kembali mengisyaratkan kenaikan suku bunga hingga tingkat dana mencapai 'tingkat terminal' atau titik akhir sebesar 4,6% pada 2023. Ini menyiratkan kenaikan suku bunga seperempat poin tahun depan tetapi tidak ada penurunan.
Padahal, sebelumnya Goldman Sachs memperingatkan bahwa keagresifan The Fed akan mendorong tingkat pengangguran lebih tinggi dari yang diprediksikan sebelumnya. Bahkan, mereka juga memangkas perkiraan pertumbuhan PDB AS pada 2023. Goldman memprediksikan pertumbuhan PDB AS hanya sebesar 1,1% pada 2023, turun dari perkiraan sebelumnya di 1,5%.
"Jalur suku bunga yang lebih tinggi ini dikombinasikan dengan pengetatan baru-baru ini dalam kondisi keuangan menyiratkan pandangan yang agak lebih buruk untuk pertumbuhan dan pekerjaan tahun depan," tulis Goldman.
Tingkat pengangguran diprediksikan akan naik 0,1% ke 3,7% pada akhir tahun ini, dan kembali naik menjadi 4,1% pada akhir 2023.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) pada Kamis (22/9) kembali mengejutkan pasar dengan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 bps dan mengirim tingkat suku bunga BI berada di 4,25%, mengekor keagresifan bank sentral lainnya.
Tidak hanya itu, BI juga menaikkan suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 3,5% dan suku bunga Lending Facility sebesar 5%.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, preemptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3% plus minus 1% pada paruh kedua tahun 2023.
"Serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat," jelas Perry dalam konferensi pers, Kamis (22/9/2022).
Perry merinci, kenapa harus front loaded, preemptive dan forward looking, karena dampak kebijakan moneter, khususnya kebijakan suku bunga terhadap inflasi perlu waktu, kurang lebih empat kuartal.
Di Asia, mayoritas mata uang juga tertekan, di mana hanya yen Jepang dan baht Thailand yang berhasil menguat di hadapan dolar AS. Sementara dolar Hong Kong stagnan.
Dolar Taiwan menjadi mata uang yang terkoreksi paling banyak 0,35% terhadap dolar AS. Disusul oleh yuan China dan Dolar Singapura yang terkoreksi masing-masing sebesar 0,33% dan 0,11% terhadap dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Laju Penguatan Terhenti, Rupiah Dekati Rp 14.800/US$ Lagi