Jelang Pengumuman Rapat The Fed-BI, Yield SBN Menurun
Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Rabu (21/9/2022), jelang pengumuman kebijakan moneter terbaru bank sentral Amerika Serikat (AS) dan Bank Indonesia (BI).
Mayoritas investor memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield). Kecuali untuk SBN tenor 1, 3, dan 20 tahun yang dilepas oleh investor dan ditandai dengan naiknya yield.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 1 tahun naik 0,8 basis poin (bp) ke posisi 4,753%, sedangkan yield SBN bertenor 3 tahun meningkat 1 bp ke 6,238%, dan yield SBN berjangka waktu 20 tahun menanjak 2,8 bp menjadi 7,273%.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara turun 0,3 bp menjadi 7,195%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Hingga hari ini, pelaku pasar masih menanti pengumuman dari rapat kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Bank Indonesia (BI), dan beberapa bank sentral utama di negara lainnya.
Di dalam negeri, BI pada Kamis besok akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG). Pelaku pasar memprediksi BI akan kembali menaikan suku bunganya.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memproyeksikan BI akan menaikkan suku bunga acuan pada bulan ini. Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, semuanya kompak memperkirakan kubu MH Thamrin akan menaikkan suku bunga acuan.
Sebanyak 12 lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan mengerek BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis point (bp) menjadi 4,00%. Sementara dua lembaga/institusi lainnya memproyeksi kenaikan BI7DRR sebesar 50 bp menjadi 4,25%.
Sebagai catatan, BI secara mengejutkan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bp menjadi 3,75% pada Agustus 2022. Kenaikan tersebut adalah yang pertama sejak November 2018 atau dalam 44 bulan.
Sementara itu dari AS, yield obligasi pemerintah (US Treasury) cenderung bervariasi pada hari ini, di mana untuk yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun masih naik dan nyaris menyentuh 4%.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 2 tahun kembali naik 0,3 bp menjadi 3,967%, di mana level ini merupakan yang tertinggi 15 tahun terakhir atau sejak tahun 2007.
Yield Treasury jangka pendek paling sensitif terhadap kebijakan The Fed sehingga jika The Fed masih bersikap hawkish, maka yield Treasury tersebut cenderung akan terus menanjak.
Sedangkan untuk yield Treasury berjangka menengah yang juga menjadi benchmark obligasi pemerintah Negeri Paman Sam, yakni Treasury berjatuh tempo 10 tahun mengalami penurunan yakni 2,9 bp menjadi 3,544%.
Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) sudah dimulai sejak Selasa waktu setempat atau dini hari tadi waktu Indonesia. Sedangkan untuk pengumuman rapat FOMC akan dilakukan pada Rabu siang waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Pelaku pasar memprediksi bahwa para pejabat The Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuannya kali ini, ada yang memprediksi kenaikan sebesar 75 basis poin (bp), bahkan ada yang memprediksi kenaikan 100 bp.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat probabilitas sebesar 84%, The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bp), dan probabilitas sebesar 16% untuk kenaikan 100 bp.
Investor dan trader mengawasi proyeksi The Fed yang keluar dari pertemuan dalam upaya untuk mengukur berapa besar kenaikan suku bunga serta serangkaian implikasi bagi perekonomian yang lebih luas.
Selain The Fed, bank sentral utama dunia lain yang ikut mengumumkan suku bunga acuannya yakni bank sentral Inggris (Bank of England/BoE), bank sentral Swiss (Swiss National Bank/SNB), dan bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)