
Investor Cenderung Optimis, Bursa Asia Berakhir Cerah

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik ditutup bergairah pada perdagangan Selasa (20/9/2022), di mana investor global masih menantikan rilis kebijakan moneter terbaru dari bank sentral Amerika Serikat (AS) pada pekan ini.
Indeks Hang Seng Hong Kong dan ASX 200 Australia ditutup melesat lebih dari 1% pada hari ini. Hang Seng ditutup melesat 1,16% ke posisi 18.781,42 dan ASX 200 melonjak 1,29% menjadi 6.806,4.
Sedangkan untuk indeks Nikkei Jepang ditutup menguat 0,44% ke posisi 27.688,42, Shanghai Composite China bertambah 0,22% ke 3.122,41, Straits Times Singapura terapresiasi 0,33% ke 3.266,94, KOSPI Korea Selatan menanjak 0,52% ke 2.367,85, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir naik tipis 0,02% menjadi 7.196,95.
Dari Jepang, inflasi pada periode Agustus 2022 dilaporkan kembali naik dan berada di atas target bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ).
Inflasi dari consumer price index (CPI) atau indeks harga konsumen (IHK) Jepang pada bulan lalu naik menjadi 2,8% (year-on-year/yoy), menjadi level tertinggi sejak 2014.
Data terbaru yang dirilis hari ini menunjukkan bagaimana lonjakan harga terjadi karena mahalnya biaya energi listrik, gas, dan bensin menjadi kontributor utama.
Tanpa melihat tahun-tahun saat kenaikan pajak mempengaruhi inflasi, AFP mencatat Agustus ini adalah laju tercepat dalam hampir 31 tahun. Angka ini sedikit di atas perkiraan konsensus 2,7%.
Sedangkan IHK inti juga naik menjadi 2,8% (yoy), menjadi kenaikan yang tercepat dalam hampir delapan tahun terakhir. Hal ini karena adanya tekanan dari biaya bahan baku yang lebih tinggi dan yen yang lemah meluas.
Baik IHK utama maupun IHK inti telah melampaui target BoJ di kisaran 2% selama lima bulan berturut-turut. Namun, BoJ belum memungkinkan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat karena tingkat upah dan pertumbuhan konsumsi masih lemah.
Di lain sisi, IHK yang tidak termasuk makanan segar yang mudah menguap tetapi termasuk biaya bahan bakar juga naik dan sedikit lebih besar dari perkiraan pasar rata-rata untuk kenaikan 2,7%. Hal ini menjadi laju kenaikan tercepat sejak Oktober 2014.
Sementara itu dari China, bank sentral (People Bank of China/PBoC) memutuskan untuk tetap mempertahankan kebijakan suku bunga acuannya pada hari ini.
Suku bunga acuan loan prime rate (LPR) tenor 1 tahun tetap berada di 3,65%, sedangkan suku bunga LPR tenor 5 tahun juga tetap di 4,3%.
Pekan lalu, suku bunga medium term lending facility (MLF) tenor 1 tahun juga bertahan di level 2,75%.
Dalam pernyataannya yang dirilis kemarin, PBoC sudah menyuntikkan likuiditas senilai CNY 2 miliar (US$ 286,54 juta) lewat suku bunga reverse repo 7 hari, dan tambahan CNY 10 miliar melalui suku bunga reverse repo 14 hari.
Serangkaian pemangkasan suku bunga yang dilakukan PBoC bertujuan membangkitkan perekonomian yang melambat.
Di lain sisi, fokus utama investor masih tertuju pada keputusan suku bunga acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan diumumkan pada Kamis mendatang. Pasar memperkirakan The Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuannya.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat probabilitas sebesar 82%, The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bp), dan probabilitas sebesar 18% untuk kenaikan 100 bp.
Tak hanya The Fed saja, bank sentral utama di berbagai negara juga akan mengumumkan kebijakan moneter terbarunya pada Kamis, sehingga Kamis pekan ini disebut sebagai 'Super Thursday'.
Adapun bank sentral utama tersebut yakni bank sentral Inggris (Bank of England/BoE), bank sentral Swiss (Swiss National Bank/SNB) dan BoJ.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam
