Batu Bara Jadi Sinyal Kebangkitan Sektor Properti, Kok Bisa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Sektor properti diibaratkan sebagai ekor naga dalam fengshui. Sedang kepalanya adalah sektor batu bara.
Ada anggapan ketika sektor batu bara menggeliat, maka sektor properti bakal mengikuti. Logika ini bisa saja benar adanya. Pengusaha batu bara mendadak memiliki duit banyak yang kemudian mereka gunakan untuk investasi, salah satunya di sektor properti.
Lantas, apakah anggapan tersebut benar adanya? Simak korelasi antara kedua sektor tersebut seperti yang telah Tim Riset CNBC Indonesia rangkum dalam artikel ini.
Pergerakan Harga Batu Bara
Harga batu bara dunia meroket nyaris 600% sejak kuartal ketiga 2020 hingga saat ini. Saat itu pada Oktober 2020, harga batu bara ICE Newcastle tercatat US$62,3 per ton. Tiga tahun berselang harganya meroket 592% menjadi US$428 per ton pada 16 September 2022.
Ada dua faktor pendorong kinerja harga batu bara dunia yang melonjak fantastis selama periode tersebut.
Pertama, kembali permintaan akan batu bara yang cepat tidak mampu diimbangi oleh pasokan yang drop saat awal pandemi virus Corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
Pada saat pandemi menjangkit di dunia, permintaan batu bara menurun seiring dengan mobilitas masyarakat yang terbatas. Saat mobilitas berkurang permintaan listrik juga menurun terutama di perkantoran dan industri. Hal ini menyebabkan permintaan batu bara juga ikut menyusut.
Banyak penambang akhirnya menutup produksinya termasuk di Indonesia yang merupakan eksportir terbesar dunia.
Namun, kehadiran vaksin membuat harapan pemulihan besar. Beberapa negara pun mulai melonggarkan kebijakan pembatasan yang semua dilakukan untuk menahan penularan Covid-19.
Saat mobilitas dibuka, permintaan listrik pun meningkat. Begitu juga dengan batu bara. Sayangnya dari sisi produksi tidak mampu memenuhi kebutuhan dengan cepat. Kendala modal jadi alasan utama.
Akibatnya terjadi gap antara permintaan dan pasokan alias terjadi kelangkaan. Hal ini yang kemudian mendorong harga batu bara dunia hingga menyentuh US$280 per ton pada Oktober 2021.
Faktor kedua adalah serangan militer Rusia ke Ukraina yang membuat harga batu bara makin 'menggila'.
Rusia dikucilkan dari sistem moneter internasional membuat batu baranya tidak bebas beredar di pasar. Masalahnya, Rusia adalah salah satu pemasok utama batu bara dunia. Hal ini membuat dunia kekurangan batu bara.
Pasar yang masih terkendala pasokan akibat Covid-19 harus dihadapkan dengan hilangnya batu bara asal Rusia. Harga batu bara pun melayang ke US$446 per ton pada 2 Maret 2022. Kemudian rekor tersebut dipecahkan lagi pada 2 September 2022 dengan harga US$440, 9 per ton.
Geliat Sektor Properti
Harga batu bara yang meroket secara tidak langsung membuat penjualan properti meningkat. Para penambang serta masyarakat di daerah tambang ikut 'ketiban durian runtuh' sehingga memiliki daya beli untuk memiliki properti.
Ditambah dengan insentif fiskal pemerintah berupa pengurangan diskon pajak hingga 100% untuk pembelian rumah baru juga jadi pendorong. Pun dengan program DP 0% yang meringankan beban pembeli properti.
PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) yang merupakan salah satu pengembang properti terbesar di Indonesia mencatatkan kontrak liabilitas sebesar Rp12,48 triliun pada kuartal II/2022. Angkanya meningkat 112,1% dibandingkan pencapaian pada kuartal IV/2022 sebesar Rp5,88 triliun.
Sementara berdasarkan jenisnya, kontrak yang berasal dari rumah tinggal mendominasi dengan kontribusi sebesar 49% dari total keseluruhan. Nilainya mencapai Rp4,98 triliun.
Sebagai catatan, liabilitas kontrak merupakan uang muka penjualan tanah dan bangunan yang diterima dari pelanggan yang kewajiban pelaksanaannya belum terpenuhi. Sudah ada transaksi di awal, tapi lantaran belum ada serah terima unit maka belum dicatatkan di pos pendapatan dalam laporan keuangan.
Hal yang sama juga dialami oleh PT Summarecon Agung Tbk PT (SMRA). Pada kuartal II/2022 liabilitas kontrak CTRA sebesar Rp7,37 triliun. Jumlah ini meningkat 73,37% dibandingkan kuartal IV/2020 yakni sebesar Rp4,76 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ras)