
Indeks Dolar AS Babak Belur, Rupiah Kok Sulit Menguat?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah masih kesulitan menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (13/8/2022). Padahal indeks dolar AS sudah jeblok dalam 4 hari beruntun. Pelaku pasar sepertinya menanti rilis data inflasi di Amerika Serikat malam ini, sehingga masih belum mampu menguat.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 14.840/US$, sama persis dengan posisi penutupan awal pekan kemarin. Tidak lama rupiah langsung melemah, berada di Rp 14.860/US$ pada pukul 9:11 WIB, melemah 0,13%.
Di sisi lain, indeks dolar AS yang kembali jeblok hingga 0,62% Senin kemarin. Total dalam 4 hari perdagangan, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini jeblok 1,7%.
Pagi ini indeks dolar AS juga kembali turun 0,14% ke 108,17. Amerika Serikat malam ini akan merilis data inflasi berdasarkan consumer price index (CPI). Hasil survei dilakukan Reuters menunjukkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) melambat menjadi 8,1% year-on-year (yoy) pada Agustus, dari bulan sebelumnya 8,5% (yoy).
Jika sesuai ekspektasi, maka inflasi di Amerika Serikat akan semakin menjauhi level tertinggi dalam lebih dari 40 tahun, 9,1%, yang dicapai pada Juni lalu.
Rilis tersebut kembali memunculkan harapan jika bank sentral AS (The Fed) bisa mengendurkan agresivitasnya dalam menaikkan suku bunga.
Apalagi Gubernur The Fed, Christopher Waller pada Jumat lalu mengatakan keputusan The Fed kini seharusnya sangat tergantung dari rilis data, bukan proyeksi ke depannya.
"Melihat rapat kebijakan moneter ke depan, saya mendukung kenaikan suku bunga yang signifikan lagi. Namun, melihat jauh ke depan saya tidak bisa memberi tahu anda jalur kebijakan moneter yang tepat. Puncak suku bunga dan seberapa cepat kita bergerak akan tergantung dari data ekonomi yang kita dapat," kata Waller sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (9/9/2022).
Namun, jika inflasi kembali menanjak, The Fed tentunya akan terus agresif menaikkan suku bunga. Meski demikian, Waller ia menunjukkan suku bunga akan dinaikkan 75 basis poin di bulan ini.
Di sisi lain, isu dari dalam negeri membuat rupiah sulit menguat.
Likuiditas valas di dalam negeri tengah tertekan. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan kredit valasnya lebih tinggi dibandingkan dana pihak ketiga valas. Mengutip data terakhir Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit valas tumbuh 16,82% dan DPK valasnya 5,8%.
'Kemarau' valas dapat mengganggu stabilitas rupiah. Risiko rupiah akan terpuruk jika permintaan valas mengalami peningkatan menjadi cukup besar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
