
Bos Gudang Garam Bangun Bandara, Sahamnya Kok Ambles 25%?

Meski telah melakukan sejumlah upaya untuk mendiversifikasi bisnis, saham GGRM tak kunjung bangkit. Tren serupa juga dialami oleh emiten konsumer raksasa lainnya, termasuk emiten rokok HMSP dan emiten konsumer UNVR.
Saham GGRM juga secara konsisten berada dalam trajektori penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Sejak awal tahun saham GGRM telah melemah 22,55%, dalam setahun terakhir turun 21,52% dan dalam tiga tahun terakhir lebih parah atau mencapai 69,70%.
Kondisi ini kontras dengan kinerja keuangan perusahaan yang selalu mencatatkan laba bersih. Meskipun demikian, kinerja keuangan secara keseluruhan sebenarnya juga berada dalam tren penurunan dengan posisi puncaknya dicapai pada tahun 2019.
Investasi pada pembangunan bandara dan jalan tol tampaknya akan menjadi langkah Gudang Garam untuk tetap menjadi salah satu konglomerasi raksasa utama di Indonesia. Hal ini mengingat profitabilitas bisnis rokok yang terus tertekan, baik itu karena semakin banyak masyarakat yang menerapkan pola hidup sehat maupun beban cukai yang terus menerus naik dan sepertinya masih belum akan berhenti.
Selain penurunan harga saham, GGRM juga memperoleh nasib buruk lain yakni terdepak dari indeks unggulan di Bursa Efek Indonesia. Setelah terdepak dari konstituen IDX30 awal tahun ini, GGRM kembali dipaksa keluar dari salah satu indeks paling bergengsi Tanah Air lainnya yakni LQ45.
Saat ini saham GGRM diperdagangkan di harga Rp 23.700/saham dan merupakan salah satu saham dengan nominal tertinggi. Kapitalisasi pasar Gudang Garam sat ini tersisa Rp 45,60 triliun dan merupakan emiten terbesar ke-38 di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Sebelumnya pada pertengahan Maret 2019, saham Gudang Garam sempat menyentuh harga tertinggi di Rp 92.050 dan tercatat sebagai perusahaan terbesar ke-8 di bursa.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd/dhf)[Gambas:Video CNBC]