Happy Weekend! Bursa Asia Dibuka Cerah, IHSG Bisa Ikutan?
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung menghijau pada perdagangan Jumat (9/9/2022), di mana investor masih mencerna pernyataan ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) yang akan tetap menaikkan suku bunga untuk menjinakkan inflasi.
Indeks Nikkei Jepang dibuka menguat 0,5%, Hang Seng Hong Kong bertambah 0,21%, Shanghai Composite China naik 0,18%, Straits Times Singapura terapresiasi 0,67%, ASX 200 Australia bertambah 0,25%, dan KOSPI Korea Selatan melaju 0,71%.
Dari China, data inflasi periode Agustus 2022 akan dirilis pada hari ini. Pasar memperkirakan data inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) China pada bulan lalu akan naik menjadi 2,9% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Namun secara bulanan (month-on-month/mom), IHK China pada bulan lalu diprediksi turun menjadi 0,4%.
Selain dari sisi konsumen, inflasi dari sisi produsen (producer price index/PPI) periode bulan lalu China juga akan dirilis pada hari ini, di mana pasar memperkirakan PPI China turun menjadi 3,1% pada bulan lalu.
"Prospek pertumbuhan China yang lemah dan sikap kebijakan moneter yang akomodatif terhadap pengetatan agresif yang sedang berlangsung oleh The Fed akan membuat mata uang yuan didukung dengan baik," kata Kristina Clifton, ahli strategi di FX Commonwealth Bank of Australia, dikutip dari CNBC International.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung kembali menguat terjadi di tengah volatilnya bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Kamis kemarin. Namun, Wall Street berhasil mengakhirinya dengan ditutup menghijau.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,61% ke posisi 31.774,52, S&P 500 bertambah 0,66% ke 4.006,18, dan Nasdaq Composite terapresiasi 0,6% menjadi 11.862,13.
Pada awal perdagangan kemarin, tiga indeks utama di Wall Street terpantau melemah. Namun indeks tampak memberikan perlawanan dan berupaya untuk rebound sehingga bergerak roller coaster pada perdagangan kemarin.
Volatilitas di pasar saham AS masih sangat terkait dengan arah kebijakan moneter bank sentralnya (Federal Reserve/The Fed) yang diperkirakan bakal semakin ketat.
Di sisi lain, sebenarnya kinerja saham-saham Wall Street juga masih berada di zona koreksi akibat kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi dan kenaikan suku bunga lebih lanjut dari The Fed yang mendorong beberapa investor menjauh dari bagian pasar yang lebih berisiko.
"Risiko resesi meningkat dan kami telah bergerak lebih defensif dalam portofolio kami sebagai hasilnya. Namun, inflasi yang tinggi berarti bahwa strategi 'risk off' tradisional seperti uang tunai dan obligasi pemerintah dapat menciptakan hambatan pada pengembalian total," kata Lauren Goodwin, ekonom dan ahli strategi portofolio di New York Life Investments, melansir CNBC International.
"Kami sepenuhnya berinvestasi dalam portofolio kami, menggunakan taruhan selektif dalam posisi risiko netral secara keseluruhan untuk membangun ketahanan terhadap volatilitas dan inflasi. Di lengan ekuitas kami, ini termasuk kelebihan yang kuat untuk menilai ekuitas dan pembayar dividen," tambah Goodwin.
Sebelum Wall Street dibuka, bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin (bp).
Kenaikan tersebut sesuai dengan ekspektasi mayoritas pelaku pasar. Namun dalam pernyataannya ECB memberikan sinyal bahwa ke depan kenaikan suku bunga acuan masih akan terus dilanjutkan mengingat laju inflasi yang masih jauh dari sasaran target.
"Langkah besar ini mengawali transisi dari tingkat kebijakan yang sangat akomodatif yang berlaku ke tingkat yang akan memastikan pengembalian inflasi tepat waktu ke target jangka menengah 2% ECB," katanya dalam sebuah pernyataan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)