
Ada "Tembok Tebal" Tahan Pelemahan, Rupiah Balik Menguat?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah tipis 0,03% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.900/US$ pada perdagangan Senin kemarin. Pada perdagangan Selasa (6/9/2022) rupiah masih akan berfluktuasi, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite dan Solar, serta kuatnya dolar AS masih menjadi penggerak utama.
Ekspektasi bank sentral AS (The Fed) akan tetap agresif dalam menaikkan suku bunga menguat setelah rilis data tenaga kerja Jumat pekan lalu.
Departemen Tenaga Kerja AS Jumat pekan lalu melaporkan sepanjang bulan Agustus, perekonomian AS dilaporkan mampu menyerap tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP) sebesar 315.000 orang, sedikit di bawah estimasi Dow Jones 318.000 orang.
Meski demikian, data tersebut sudah cukup menunjukkan jika pasar tenaga kerja AS masih kuat meski The Fed sudah 4 kali menaikkan suku bunga dengan total 225 basis poin menjadi 2,25% - 2,5%.
Tingkat pengangguran dilaporkan naik menjadi 3,7% sementara rata-rata upah naik 0,3% month-on-month dan 5,2% year-on-year.
Data tenaga kerja bulan Agustus menjadi penting, sebab akan menjadi pertimbangan bank sentral AS (The Fed) sebelum kembali menaikkan suku bunga bulan ini.
Data ini akan membantu The Fed untuk memutuskan apakah kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin, atau lebih tinggi, dan apakah itu lebih tepat ketimbang 50 basis poin.
Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan mengingat rupiah berakhir melemah tipis kemarin. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih tertahan resisten kuat Rp 14.890/US$ hingga Rp 14.900/US$. Resisten tersebut merupakan rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA50), yang menjadi "tembok tebal" penahan pelemahan rupiah.
Pada pekan lalu, resisten tersebut beberapa kali menahan pelemahan rupiah, begitu juga Senin (5/9/2022) kemarin.
Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian kini mulai masuk ke wilayah jenuh beli (overbought).
![]() Foto: Refinitiv |
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Artinya, rupiah punya peluang menguat di pekan ini.
Support terdekat kini berada di kisaran Rp 14.860/US$ hingga Rp 14.850/US$, jika diembus rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.830/US$ - Rp 14.800/US$ di pekan ini.
Jika level tersebut ditembus, rupiah berpeluang menguat lebih jauh menuju Support kuat berada di kisaran Rp 14.730/US$, yang merupakan Fibonacci Retracement 61,8%.
Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Sebaliknya, jika MA 50 ditembus, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.920/US$ hingga Rp 14.930/US$. Penembusan konsisten di atas level tersebut akan membawa rupiah menuju Rp 15.000/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
