Ikuti Wall Street, Bursa Asia Dibuka Bervariasi, IHSG Waspada

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
02 September 2022 08:40
People walk past an electronic stock board showing Japan's Nikkei 225 index at a securities firm in Tokyo Wednesday, July 10, 2019. Asian shares were mostly higher Wednesday in cautious trading ahead of closely watched congressional testimony by the U.S. Federal Reserve chairman. (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Foto: Bursa Asia (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung beragam pada perdagangan Jumat (2/9/2022). Pergerakan ini menyusul beragamnya pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis kemarin.

Indeks Nikkei Jepang dibuka menguat 0,34%, Shanghai Composite China naik 0,19%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,5%.

Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong dibuka turun 0,13%, Straits Times Singapura melemah 0,27%, dan ASX 200 Australia terdepresiasi 0,11%.

Dari Korea Selatan, tingkat inflasi utama melambat pada Agustus lalu untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan terakhir dan berada di bawah perkiraan, tetapi rincian data harga yang dirilis memperkuat pandangan bahwa inflasi akan tetap tinggi untuk sementara waktu.

Data dari Badan Statistik Korea menunjukkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) naik 5,7% pada Agustus 2022, dari sebelumnya di 6,3% pada Juli 2022.

Angka ini juga lebih rendah dari prediksi pasar dalam survei Reuters yang memperkirakan kenaikan 6,1% pada Agustus lalu.

Melandainya CPI Negeri Ginseng pada bulan lalu sebagian besar disebabkan oleh jatuhnya harga minyak mentah global karena data menunjukkan harga produk minyak jatuh 10,0% pada Agustus dari Juli.

Harga minyak yang lebih lemah menjatuhkan 0,57 poin persentase dari tingkat inflasi secara bulanan (month-on-month/mom), menghasilkan penurunan 0,1% pada CPI, di mana hal ini menjadi penurunan pertama sejak November 2020.

"Data ini akan membantu meredakan kekhawatiran tentang kenaikan suku bunga, tetapi inflasi inti yang tinggi dan angka lainnya menunjukkan tekanan inflasi tidak banyak melemah dan tidak akan melakukannya dengan cepat," kata Paik Yoon-min, analis pendapatan tetap di Kyobo. Sekuritas, dikutip dari Reuters.

Gubernur bank sentral Korea Selatan (Bank of Korea/BoK), Rhee Chang-yong mengatakan akan mencoba untuk tidak menaikkan suku bunga dengan margin yang lebih besar dari 25 basis poin (bp) yang biasa dilakukannya ketika perlu memperketat kebijakan moneter lagi.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung beragam terjadi di tengah bervariasinya bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Kamis kemarin.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup merosot 0,88% ke posisi 31.510,43, S&P 500 melemah 0,78% ke 3.955, dan Nasdaq Composite terkoreksi 0,56%, menjadi 11.816,2.

Meski Dow Jones dan S&P 500 ditutup menguat, tetapi penguatannya tidak diraih dengan mudah. Keduanya bersama Nasdaq sempat merosot lebih dari 1% sebelum rebound di menit-menit akhir.

Penyebabnya kemerosotan tersebut masih sama, yakni spekulasi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang masih tetap agresif menaikkan suku bunga, meski akan berujung resesi di AS. Ketua The Fed, Jerome Powell menegaskan komitmennya untuk membawa inflasi turun ke 2%.

"Menurunkan inflasi perlu periode pertumbuhan ekonomi di bawah tren yang berkelanjutan. Dengan suku bunga tinggi, pertumbuhan ekonomi yang melambat, dan pasar tenaga kerja yang melemah akan membawa inflasi turun. Itu adalah harga yang harus kita bayarkan untuk mengurangi inflasi. Tetapi, kegagalan untuk memulihkan stabilitas harga akan menimbulkan penderitaan yang lebih besar," kata Powell dalam acara simposium Jackson Hole, Jumat (26/8/2022) pekan lalu.

Kemudian Presiden The Fed wilayah Cleveland, Loretta Mester pada Rabu lalu mengatakan ia melihat suku bunga bisa naik ke atas 4% di awal tahun depan.

Suku bunga The Fed saat ini di 2,25% - 2,5%, dengan 3 kali rapat kebijakan moneter di tahun ini, kemungkinan kenaikan 75 basis poin di bulan ini sangat mungkin terjadi.

"Pandangan saya saat ini, diperlukan suku bunga naik di atas 4% awal tahun depan dan bertahan di level tersebut. Saya juga tidak melihat The Fed akan memangkas suku bunga pada tahun depan," kata Mester sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (31/8/2022) lalu.

Dengan kenaikan tersebut, Mester melihat pertubuhan ekonomi akan turun, jauh di bawah 2%, sementara tingkat pengangguran akan mengalami kenaikan. Inflasi di tahun ini diperkirakan sebesar 5% - 6% dan mendekati target The Fed 2% dalam beberapa tahun ke depan.

Pasar finansial juga diperkirakan akan tetap volatil. Sebagian pelaku pasar kini melihat Wall Street berisiko menguji kembali level terendah yang dicapai pada Juni lalu. Saat itu indeks S&P 500 menyentuh kisaran 3.715.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd) Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular