RI Ekspansi & Deflasi, Masa Rupiah Tak Menguat Juga?
Jakarta, CNBC Indonesia - Tekanan besar dari eksternal membuat rupiah melemah 0,27% ke Rp 14.880/US$ Kamis kemarin. Padahal ada dua kabar baik dari dalam negeri.
S&P Global melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur naik menjadi 51,7 pada Agustus, dari bulan sebelumnya 51,3. Kenaikan tersebut menjadi kabar bagus, artinya roda perekonomian Indonesia berputar lebih kencang.
Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data indeks harga konsumen (IHK) Indonesia periode Agustus 2022. Secara bulanan memang terjadi deflasi, tetapi secara tahunan inflasi tetap berada di level tinggi.
Pada Kamis (1/9/2022), Kepala BPS Margo Yuwono melaporkan terjadi deflasi 0,21% pada Agustus 2022 dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Kali terakhir terjadi deflasi adalah Februari 2022.
Namun dibandingkan Agustus 2021 (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 4,69%. Meski masih relatif tinggi, tetapi melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang 4,94%, yang merupakan level tertinggi dalam 7 tahun terakhir.
Dunia sedang mengalami masalah inflasi tinggi, termasuk Indonesia meski bisa dikatakan masih terkendali. Sehingga, ketika terjadi deflasi atau melambatnya inflasi, maka akan memberikan sentimen positif ke pasar finansial.
Sayangnya, tekanan besar dari ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) yang tetap agresif hingga tahun depan membuat rupiah tertekan. Namun, tidak menutup kemungkinan rupiah mampu menguat pada perdagangan Jumat (2/9/2022), mengingat malam ini ada rilis data tenaga kerja AS.
Pelaku pasar yang menanti rilis data tersebut membuka peluang rupiah menguat.
Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR berada di dekat resisten kuat Rp 14.885/US$ hingga Rp 14.890/US$ yang bisa menahan pelemahan rupiah. Resisten tersebut merupakan rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA50).
Senin (29/8/2022) lalu, rupiah menyentuh resisten tersebut, sehari setelahnya langsung mampu menguat.
Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian kini hampir masuk ke wilayah jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Sementara itu stochastic pada grafik 1 jam yang digunakan untuk memproyeksikan pergerakan harian juga hampir memasuki wilayah overbought. Artinya, rupiah punya peluang menguat hari ini.
Support terdekat kini berada di kisaran Rp 14.860/US$, jika diembus rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.830/US$.
Sementara Support kuat berada di kisaran Rp 14.730/US$, yang merupakan Fibonacci Retracement61,8%.
Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Sebaliknya, jika MA 50 ditembus, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.920/US$ hingga Rp 14.930/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)