Awas! Duet Pertalite-Rupiah Bisa Bikin Pelaku Usaha Tekor

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 September 2022 14:10
Antrean Kendaraan Mengisi Pertalite di SPBU Pertamina Saat Isu Kenaikan BBM Bersubsidi
Foto: Sejumlah kendaraan mengantre untuk mengisi BBM di SPBU Pertamina, kawasan R.A. Kartini, Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (31/8/2022) malam. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Stabilitas nilai tukar rupiah memang sangat penting bagi importir agar beban usahanya tidak membengkak. Di tengah isu kenaikan BBM subsidi, nilai tukar rupiah kembali menjadi perhatian.

Jika melihat ke belakang, sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Joko Widodo (Jokowi), BBM subsidi dinaikkan sebanyak 5 kali. SBY menaikkan sebanyak 4 kali, sementara Jokowi sekali di 2014 saat pertama kali menjabat sebagai RI 1.

Pada 2005 lalu, SBY menaikkan BBM subsidi sebanyak dua kali, pada Maret sebesar 29% dan pada Oktober sebesar 114%.

Kemudian pada Mei 2008, pemerintah kembali menaikkan BBM sebesar 28% pada Mei 2008. Sebelum selesai menjabat dua periode, SBY juga menaikkan BBM sebesar 30% pada Juni 2013.

Jokowi yang mulai menjabat menjadi presiden sejak Oktober 2014 langsung menggebrak dengan menaikkan BBM sebesar 34%.

Rupiah pun selalu terpuruk saat kenaikan tersebut. Di akhir Oktober 2014, sebelum kenaikan BBM Premium, rupiah berada di kisaran Rp 12.080/US$ kemudian terus melemah hingga menyentuh Rp 12.930/US$ pada pertengahan Desember. Pelemahannya tercatat lebih dari 7% dalam satu setengah bulan.

Hal yang sama juga terjadi setahun sebelumnya. Pemerintah menaikkan harga BBM di bulan Juni 2013 yang memicu kenaikan inflasi hingga 8,38%year-on-year(yoy). Rupiah pun terus mengalami pelemahan hingga menembus ke atas Rp 10.000/US$. Pelemahan rupiah diperparah dengan isu tapering The Fed.

Pada 2008, BBM dinaikkan Mei, tidak lama berselang rupiah melemah sekitar 1,7%. Sementara di 2005 saat dua kali kenaikan, rupiah merespon berbeda. Kenaikan pertam direspon dengan merosot 5,9%, sementara yang kedua malah menguat 6,5%.

Jika dilihat sepanjang tahun, setiap terjadi kenaikan BBM rupiah selalu tercatat melemah. Pada 2005 pelemahannya sekitar 6%, dan 2008 sebesar 15,5%.

2013 lebih parah lagi, rupiah jeblok lebih dari 26%, sekali lagi karena ada isu tapering The Fed. Terakhir 2014, pelemahan rupiah tipis 1,8%, tetapi karena BBM baru dinaikkan pada bulan November. Pelemahan rupiah berlanjut hingga 2015, tercatat sekitar 11%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular