
Kena Pangkas! IHSG Batal Cuan Gede, Cuma Naik 0,38%

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona hijau pada perdagangan Selasa (30/8/2022). IHSG menguat 0,38% dan ditutup di 7.159,47.
Sejak awal perdagangan, IHSG sudah dibuka menguat di zona hijau. Bahkan IHSG sempat tembus level psikologis 7.200 setelah naik 1% lebih pada sesi pertama. Namun pada perdagangan sesi II, penguatan IHSG terpangkas.
Data perdagangan mencatat ada 301 saham yang menguat, 239 saham melemah dan 162 saham stagnan alias tidak bergerak.
Kendati indeks saham AS mengalami pelemahan semalam, IHSG masih bisa menguat dan bahkan menjadi salah satu yang terbaik di kawasan Asia siang ini.
Indeks saham Dow Jones melemah 0,57% sementara S&P 500 drop 0,67%. Nasib paling apes dialami Nasdaq Composite yang terkoreksi 1%.
Seperti diketahui, sejak Ketua The Fed Jerome Powell berpidato di simposium Jackson Hole, Wall Street terus merosot. Jumat lalu ketiga indeks utama jeblok lebih dari 3%.
Isu resesi di Amerika Serikat bahkan dunia terus membayangi sentimen pelaku pasar. Saat ini masih ada perdebatan apakah perekonomian AS sudah mengalami resesi atau masih kuat. Sebab biasanya suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi dua kuartal beruntun.
Amerika Serikat sudah mengalaminya, tetapi pasar tenaga kerjanya masih sangat kuat. Alhasil, muncul perdebatan tersebut. Tetapi tidak bisa dipungkiri perekonomian Amerika Serikat sedang sakit, terutama akibat inflasi yang berada di level tertinggi dalam 40 tahun terakhir.
The Fed pun harus mengorbankan perekonomiannya dengan agresif menaikkan suku bunga guna meredam inflasi. Resesi sepertinya pasti akan terjadi.
Hasil survei terbaru dari Reuters menunjukkan para analis melihat perekonomian AS akan mengalami resesi dalam 12 bulan ke depan, dengan probabilitas 45%, naik dari probabilitas dalam survei Juli lalu sebesar 40%.
Selain itu, China yang tingkat inflasinya masih terjaga justru mengalami masalah berbeda. Pemerintah China yang menerapkan kebijakan zero covid, kemudian kekeringan yang melanda membuat pertumbuhan ekonominya diperkirakan merosot. Artinya, China juga sakit seperti AS.
Tanda-tanda perekonomian China sedang sakit terlihat dari PDB di kuartal II-2022 yang hanya tumbuh 0,4% year-on-year (yoy). Memang China masih menerapkan kebijakan lockdown jika terjadi lonjakan kasus Covid-19, tetapi ada masalah berbeda juga, mulai dari krisis sektor properti hingga kekeringan.
Dari dalam negeri, pelaku pasar masih menanti pengumuman harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi Pertalite dan Solar.
Isu kenaikan keduanya semakin menguat setelah pemerintah menggelontorkan bantuan sosial senilai Rp 24 triliun. Memang pemerintah tidak secara gamblang menyebut bansos tersebut sebagai bantalan dari dana pengalihan subsidi BBM.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000