Dihantam Isu Pertalite Naik, Rupiah Masih Kuat vs 2 Dolar Ini

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 August 2022 12:55
Ilustrasi Mata Uang Asing (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Mata Uang Asing (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi yakni Pertalite dan Solar membuat rupiah tertekan. Maklum saja, jika benar dinaikkan maka inflasi berisiko meroket dan berdampak buruk bagi rupiah hingga ke perekonomian.

Di sisi lain, jika harga BBM subsidi tidak dinaikkan maka APBN bisa jebol. Sehingga pemerintah sebenarnya dalam dilema.

Rupiah langsung terpuruk melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (29/8/2022). Meski demikian melawan dolar Singapura dan Australia, rupiah justru menguat.

Rupiah pagi ini tercatat mampu menguat hingga 0,47% ke Rp 10.574/SG$ yang merupakan level terkuat dalam lebih dari dua bulan terakhir. Kemudian melawan dolar Australia, rupiah juga menguat 0,64% ke 10.142/AU$, yang merupakan level terkuat sejak 15 Juli lalu.

Informasi yang diterima oleh CNBC Indonesia, kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar Subsidi ini akan diumumkan pada 31 Agustus ini, dan harga baru kedua BBM tersebut akan berlaku pada 1 September 2022 ini.

"Pada hari Senin (29/8/2022) akan ada rapat lanjutan mengenai tindak lanjut rapat-rapat sebelumnya," ungkap sumber tersebut kepada CNBCIndonesia, Sabtu (27/8/2022).

Sementara itu, dari sumber tersebut juga, kemungkinan kenaikan harga BBM Pertalite di SPBU Pertamina masih akan berada di bawah Rp 10.000 per liter dengan range kenaikan Rp 1.000 sampai Rp 2.500 dari harga yang saat ini Rp 7.650 per liter.

"Kemungkinan di bawah Rp 10.000/liter," kata sumber tersebut.

Jika harga Pertalite Rp 10.000/liter atau sedikit di bawahnya, artinya kenaikannya dari harga saat ini sebesar 30%. Berkaca dari 2013 dan 2014, saat pemerintah menaikkan harga BBM Premium sekitar 30%, nilai tuka rupiah merosot, sebab inflasi melesat ke atas 8%.

Namun di sisi lain, baik dolar Singapura dan Australia juga tertekan akibat tingginya risiko resesi dunia. Singapura merupakan negara yang mengandalkan ekspor untuk memutar perekonomian, sementara dolar Australia mata uang yang dianggap risk on. Artinya ketika sentimen pelaku pasar memburuk, maka dolar Australia cenderung melemah.

Risiko resesi dunia semakin menguat setelah ketua bank sentral AS (The Fed), Jerome Powell, menegaskan terus akan menaikkan suku bunga dan menahannya di level tinggi hingga inflasi kembali ke 2%.

Ada kemungkinan bank sentral negara lain yang juga mengalami masalah inflasi tinggi akan melakukan hal yang sama. Sehingga semakin tinggi suku bunga, saat inflasi juga tinggi, risiko resesi semakin meningkat.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular