
Alasan Redenominasi Rp 1.000 Jadi Rp 1 Tak Kunjung Terlaksana

Jakarta, CNBC Indonesia - Wacana redenominasi rupiah kembali menguat setelah Bank Indonesia mengeluarkan tujuh pecahan uang baru. Gubernur Perry Warjiyo angkat bicara terkait isu tersebut.
Perry mengatakan sudah banyak kajian dan pandangan terkait dengan redenominasi, termasuk dari Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). "Dari sisi ekonominya, ada banyak manfaat dari redenominasi terutama masalah efisiensi," ungkap Perry belum lama ini.
Salah satu manfaatnya adalah dari sisi teknologi sistem pembayaran. Dengan adanya pemangkasan tiga nol membuat transaksi perbankan lebih cepat.
Namun kondisi ekonomi harus berjalan dengan normal sebelum kebijakan redenominasi bergulir. Ini juga tercermin saat negara lain melakukan hal serupa.
"Jangan dilakukan pada saat krisis atau panas badan. Kalau lagi kuat dan tenang baru diajukan," tegas Perry.
Perry, yang juga ketua umum ISEI, mengungkapkan mendukung upaya dan keputusan pemerintah soal redenominasi itu.
Bank Indonesia sebelumnya meluncurkan beberapa uang bar yakni pecahan Rp 100.000, Rp 50.000, Rp 20.000, Rp 10.000, Rp 5.000, Rp 2.000, dan Rp 1.000. Namun saat uang itu diterawang, di bagian depan dan belakang, maka gambar pahlawan akan saling isi dengan nominal rupiah tanpa tiga nol di belakangnya.
Sebagai contoh, pada pecahan Rp 100.000 saat diterawang terdapat gambar toko Soekarno dan Mohammad Hatta dengan angka 100. Hal serupa juga terjadi di seluruh pecahan rupiah kertas tahun emisi 2022.
Kepada CNBC Indonesia beberapa waktu lalu, Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim menjelaskan tidak ada tiga nol karena ruang uangnya terlalu kecil. "Tidak sebenarnya, hanya menggambarkan Rp 100.000 menjadi 100, karena kan ruangnya terlalu kecil kalau ditampilkan semua. Rp 50.000 menjadi Rp 50 itu hanya menunjukan ini saja (ruang terlalu kecil)," jelasnya.
(npb)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos BI Akhirnya Buka Suara Soal Rencana Rp 1.000 Diganti Rp 1