Awas! Ini Bahaya Yang Mengintai Saat Suku Bunga Acuan Tinggi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Jumat, 26/08/2022 09:20 WIB
Foto: Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Agustus 2022. (Tangkapan Layar Youtube BI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) akhirnya menaikkan suku bunga acuannya BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7 DRR) sebesar 25 basis poin Selasa lalu. Ini menjadi kali pertama sejak 2018 BI mengerek suku bunganya.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 22-23Agustus2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,5%," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers usai RDG, Selasa (23/8/2022).

Terbilang mengejutkan karena konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia menunjukkan dari 15 institusi yang terlibat, sebanyak 13 memprediksi suku bunga akan ditahan. Hanya 2 yang melihat suku bunga akan dinaikkan 25 basis poin.


Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan kenaikan ini merupakan langkah pre-emptive dan forward looking untuk menjangkar ekspektasi inflasi inti akibat kenaikan BBM nonsubsidi dan volatile food.

Selain itu, keputusan ini dilakukan dalam rangka memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai fundamental dengan tingginya ketidakpastian global yang semakin kuat.

Dalam kondisi saat ini, ketika berhadapan dengan inflasi yang tinggi, maka kenaikan suku bunga memang diperlukan.

Ketika suku bunga naik, maka demand pull inflation akan mereda. Sehingga inflasi tidak lepas kendali. Langkah BI untuk menjangkar inflasi memang tepat, jika sampai lepas kendali maka suku bunga harus dikerek dengan agresif seperti di negara-negara lain.

Hal ini lah yang memunculkan risiko besar. Inflasi tinggi dan suku bunga juga tinggi menjadi "duet" maut yang akan membawa perekonomian merosot, bahkan isu resesi sudah lama menghantui.

Contoh nyata pernah terjadi di Indonesia. Pada tahun 2013 pemerintah menaikkan harga BBM Premium di bulan Juni 2013 yang memicu kenaikan inflasi hingga 8,38% year-on-year (yoy).

Kenaikan inflasi tersebut membuat nilai tukar rupiah tertekan hingga menembus ke atas Rp 10.000/US$. Pelemahan rupiah diperparah dengan isu tapering oleh bank sentral AS (The Fed).

Alhasil, BI harus mengerek suku bunganya sebanyak 5 kali dengan total 175 basis poin menjadi 7,5%.

Pada 2014, pemerintah kembali menaikkan harga Premium pada November sebesar 30%, yang kembali memicu kenaikan inflasi sebesar 8,36% (yoy).

BI pun kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 7,75%.

Tidak hanya rupiah, inflasi yang tinggi juga bisa berdampak buruk ke perekonomian. Daya beli masyarakat bisa tergerus. Sedangkan, konsumsi rumah tangga merupakan kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi, yakni sekitar 54%.

Di sisi lain, suku bunga tinggi membuat ekspansi dunia usaha melambat,

Alhasil pelambatan ekonomi pun terjadi. Di kuartal II-2014, produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 4,94% (yoy). Untuk pertama kalinya sejak kuartal III-2009, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi di bawah 5%. Setelahnya, PDB Indonesia mayoritas di bawah 5%.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Bunga KPR Mahal, PHK Massal


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Iran Vs Israel Membara, Kemana Dana Investor Kakap Lari?

Pages