Alasan Tersembunyi di Balik Kejutan BI Naikkan Bunga Acuan

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 August 2022 14:31
Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Agustus 2022. (Tangkapan Layar Youtube BI)
Foto: Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Agustus 2022. (Tangkapan Layar Youtube BI)

Kenaikan suku bunga acuan tentunya bisa mengerek suku bunga deposito dan kredit perbankan.

Namun, dengan likuiditas perbankan yang masih longgar, dan marjin bunga bersih (net interest margin/NIM) yang tinggi, ada kemungkinan perbankan tidak akan mengerek suku bunga kreditnya.

Ketika suku bunga kredit tidak mengalami kenaikan, maka momentum pertumbuhan ekonomi masih bisa terjaga.

Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Statistik Perbankan Indonesia (SPI) per April 2022, disebutkan NIM perbankan mencapai 4,63%, dengan rata-rata total aset produktif mencapai Rp 9.722,6 triliun. Realisasi NIM pada April 2022 tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan periode pada akhir 2021 yang mencapai 4,51% dengan rata-rata total aset produktif sebesar Rp 9.710,1 triliun.

Perbankan juga bisa menaikkan suku bunga deposito guna menarik dana pihak ketiga, tanpa menaikkan suku bunga kredit. Memang NIM berisiko menurun, tetapi jika melihat posisinya yang cukup tinggi, tentunya hal tersebut bisa dilakukan.

Selain itu, kunci suku bunga kredit naik atau tidak ada di likuiditas perbankan. Selama likuditas masih cukup longgar, suku bunga kredit berpeluang belum akan naik. Hal tersebut juga diungkapkan Perry Warjiyo.

"Pada Juli 2022, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tinggi mencapai 27,92%, sehingga tetap mendukung kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit," papar Perry.

AL/DPK tersebut jauh lebih tinggi ketimbang sebelum pandemi di kisaran 21%.

Perry pun mengklaim suku bunga bank dalam tren menurun, namun penurunannya makin terbatas.

"Suku bunga deposito 1 bulan perbankan turun sebesar 54 bps sejak Juli 2021 menjadi 2,89% pada Juli 2022. Di pasar kredit, suku bunga kredit menunjukkan penurunan 53 bps pada periode yang sama menjadi 8,94%," katanya.

Memang kenaikan suku bunga acuan tidak serta merta direspons perbankan dengan menaikkan suku bunga kredit.

Bila kita berkaca dari yang terjadi pada 2018, saat itu BI sangat agresif menaikkan suku bunga acuan, guna mengimbangi kenaikan yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang Federal Reserve (The Fed). BI saat itu tercatat menaikkan suku bunga sebanyak 5 kali dengan total 175 basis poin menjadi 6%.

Yang menarik, meski BI menaikkan suku bunga dengan agresif, tetapi suku bunga kredit justru terus menurun.

Berdasarkan data dari CEIC, rata-rata suku bunga kredit konsumsi di Indonesia pada awal 2018 sebesar 12,64%, setelahnya malah terus menurun. Di akhir 2018 berada di 11,73%, kemudian di akhir 2019 11,62%.

Hingga Juli tahun ini, suku bunga kredit konsumsi berada di 10,28%.

Artinya, meski BI mengerek suku bunga acuannya sebanyak 175 basis poin di 2018, tidak serta merta diikuti kenaikan suku bunga kredit.

Hal yang sama juga terjadi pada kredit modal kerja dan kredit investasi. Di awal 2018 rata-rata suku bunga keduanya masing-masing 10,72% dan 10,51%, sementara pada Juli 2022 berada di 8,4% dan 8,16%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular