
Visi KUB BPD, Jadi Top Bank di Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Kelompok Usaha Bank (KUB) diyakini bisa menjadi jalan keluar paling solutif untuk mengembangkan potensi Bank Pembangunan Daerah (BPD). Keunggulan dan keunikan BPD di daerahnya masing-masing, bersatu menjadi sebuah jejaring bisnis untuk menjadi salah satu yang terbesar di Tanah Air.
Diketahui, dalam rangka memperkuat stabilitas sistem perbankan Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Konsolidasi Bank Umum. Beleid ini menjadi pemantik bagi BPD untuk bisa bersinergi, sehingga dapat meningkatkan layanan kepada masyarakat lebih baik lagi.
POJK tersebut juga mendorong penguatan permodalan BPD untuk meningkatkan perannya sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi daerah. Salah satu skema penguatan permodalan adalah lewat KUB.
"Kita sebagai BPD total kita punya aset BPD itu kalau bicara konsolidasi keseluruhan ada 27 BPD, total (aset) hampir Rp 850 triliun sampai Rp 880 triliun. Kalau BPD ini bergabung kita berada pada urutan nomor 5 di Indonesia," tukas Direktur Utama bank bjb, Yuddy Renaldi dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV, Rabu (24/8/2022).
Dia menyebut dari sisi bottomline, akumulasi laba seluruh BPD mencapai Rp 5 triliun. Yuddy melihat hal tersebut sebagai sebuah potensi besar bagi masa depan bank daerah. Namun demikian, prosesnya dinilai tidak akan semudah membalikkan telapak tangan.
Sebagai BPD yang menginisiasi KUB, bank bjb berharap akan semakin banyak BPD yang akan bersinergi. "Jadi ke depannya peluang ini menjadi bagian dari kemajuan dan sinergitas dan kolaborasi untuk kita semua," kata Yuddy.
Dijelaskan Yuddy, visi bank bjb dalam ber-KUB adalah bagaimana semua bank yang bergabung akan tumbuh Bersama. Secara cakupan bisnis juga bisa semakin luas, dan tentu untuk beberapa BPD bisa naik kelas menjadi bank devisa. Adapun salah satu BPD yang telah bergabung adalah Bank Bengkulu.
"Tentu kami berharap Bank Bengkulu menjadi bank yang makin baik, makin sehat, karena kita support dengan tambahan modal kepada mereka," ucap Yuddy.
Selain dari sisi permodalan, lanjutnya, bisnis-bisnis lain diproyeksikan bisa bertumbuh juga, baik itu dari SDM karena ada dukungan bjb University. Lalu dari sisi produk juga semakin lengkap lewat bisnis pinjaman daerah, pinjaman korporasi, pinjaman umum, dan pinjaman mikro, bisa kita kerja samakan.
"Lalu bank-bank tersebut kebanyakan juga belum menjadi bank devisa. bjb menjadi bagian daripada mengakselerasi mereka juga menjadi bank devisa. Ini tentu peluang yang akan kita dapatkan dari kenapa kita perlu bersinergi dan berkolaborasi dalam KUB," terang Yuddy.
Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, ada beberapa BPD yang memiliki modal masih belum memenuhi modal minimum sebesar Rp3 triliun. Bank tersebut antara lain Bank Jambi, Bank Bengkulu, Bank Lampung, Bank Banten, Bank NTB Syariah, Bank NTT, Bank Kalbar, Bank Kalsel, Bank Kalteng, Bank Sulutgo dan Bank Sulteng.
Kendati memiliki tenggat waktu pemenuhan modal lebih panjang setahun ketimbang bank umum swasta, namun langkah yang diambil Bank Bengkulu dinilai tepat dengan bergabung dalam KUB besutan bank bjb. Demikian modal intinya cukup di angka Rp 1 triliun.
Hal tersebut sesuai dengan POJK Nomor 12/POJK.03/202 tentang Konsolidasi Bank Umum, yang menyebutkan bagi bank selain perusahaan induk atau selain pelaksana perusahaan induk dalam KUB wajib dipenuhi paling sedikit Rp 1 triliun.
Yuddy menambahkan, bahwa proses KUB berjalan dengan adanya tantang terutama dalam menjelaskan kepada para stakeholder maupun shareholder.
"Ini merupakan amanah yang harus kita jalankan dari OJK yang ingin melihat bahwa KUB ini merupakan jalan keluar untuk memperkuat modal inti dari masing-masing bank. Jadi halangan ini akan kita lakukan upaya akselerasi dan sosialisasinya agar KUB bisa menjadi salah satu tren di dalam bagaimana menguatkan modal inti di masing-masing BPD," ujarnya.
(bul/bul)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article KUB Besutan bank bjb, Setelah Bank Bengkulu Siapa Lagi?