Sektor yang Untung dan Buntung Dari Kejutan Suku Bunga BI

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
24 August 2022 11:40
Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) pada akhirnya mengikuti langkah bank sentral negara lainnya yang sudah terlebih dahulu menaikkan suku bunga acuannya guna meredam inflasi yang masih tinggi. Gubernur BI, Perry Warjiyo dan koleganya dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) secara mengejutkan menaikkan suku bunga acuan.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 22-23 Agustus 2022 memutuskan untuk menaikkan BI-7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,5%," ungkap Perry dalam jumpa pers usai RDG, Selasa (23/8/2022) kemarin.

Hasil RDG ini di luar dengan ekspektasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia menyatakan bahwa mayoritas responden memperkirakan BI masih mempertahankan suku bunga acuan.

Dari 15 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, 13 memproyeksi BI akan mempertahankan suku bunga acuan di 3,5%. Dua lainnya memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bp menjadi 3,75% pada bulan ini.

Perry mengungkapkan kenaikan ini merupakan langkah preemptive dan forward looking untuk menjangkar ekspektasi inflasi inti akibat kenaikan BBM nonsubsidi dan volatile food.

Selain itu, keputusan ini dilakukan dalam rangka memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai fundamental dengan tingginya ketidakpastian global yang semakin kuat.

"Naik 25 bp jadi 3,75% untuk sinergi menjaga stabilitas dan memperkuat pemulihan ekonomi nasional," tegas Perry dalam paparan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus 2022.

BI menyebut tekanan inflasi pada tahun ini akan meningkat sejalan dengan kenaikan harga komoditas dan energi dunia. Bahkan, inflasi tahun ini diperkirakan akan melebihi batas yang diperkirakan bank sentral.

"Tekanan inflasi meningkat karena harga komoditas pangan dan energi global. Ekspektasi inflasi dan inflasi inti akan meningkat akibat BBM non subsidi, dan tingginya volatile food dan menguatnya inflasi dari permintaan," jelasnya.

Perry mengatakan, berbagai perkembangan tersebut membuat bank sentral harus mengubah proyeksi. BI menilai perkembangan inflasi pada tahun ini dan tahun depan berpotensi melebihi batas yang ditetapkan BI yakni 3 plus minus 1 persen.

"Diperlukan sinergi kebijakan pusat dan daerah untuk langkah pengendalian," katanya.

Inflasi umum pada keseluruhan 2022 akan mencapai 5,2%. Sementara inflasi inti diperkirakan bisa menembus level 4,15%.

Lalu apa dampak bagi pasar modal RI?

Kenaikan suku bunga secara historis memiliki dampak yang kurang baik bagi pasar keuangan secara keseluruhan, terutama bagi aset berisiko tinggi karena masyarakat cenderung lebih konservatif dan dalam melakukan investasi.

Namun, kenaikkan suku bunga saat ini sepertinya memang ditunggu oleh pelaku pasar di dalam negeri, karena pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah justru menguat pada Selasa kemarin, setelah BI menaikkan suku bunga acuannya.

Bahkan pada perdagangan kemarin, investor asing masih tertarik untuk memburu saham-saham di RI, meski jumlahnya cenderung terpangkas dari posisi sehari sebelumnya.

Investor asing kembali melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 491,17 miliar di seluruh pasar, dengan rincian sebesar Rp 462,32 miliar di pasar reguler dan sebesar Rp 28,85 miliar di pasar tunai dan negosiasi.

Sektor finansial tampaknya menjadi salah satu yang akan diuntungkan oleh kenaikan suku bunga. Sektor tersebut secara historis menjadi yang paling sensitif terhadap perubahan suku bunga.

Hal ini salah satunya karena margin keuntungan yang diprediksi benar-benar meningkat saat suku bunga naik, entitas seperti perbankan, perusahaan asuransi, perusahaan pialang, dan pengelola uang umumnya diuntungkan oleh nilai suku bunga yang lebih tinggi.

Kenaikan suku bunga cenderung menunjukkan ekonomi yang kuat yang secara umum tercermin dari kondisi inflasi yang tidak terkontrol karena permintaan dan daya beli masyarakat yang meningkat.

Kondisi ekonomi yang kuat itu biasanya berarti bahwa peminjam lebih mudah melakukan pembayaran pinjaman dan bank memiliki lebih sedikit aset bermasalah.

Hal ini juga berarti bahwa bank dapat memperoleh lebih banyak dari selisih antara pembayaran (kepada penabung untuk rekening tabungan dan sertifikat deposito) dan penerimaan (dari utang berperingkat tinggi).

Dengan naiknya suku bunga BI, maka saham-saham bank berkapitalisasi pasar jumbo maupun kecil dapat diuntungkan.

Sektor keuangan bukan satu-satunya yang diuntungkan. Saham konsumer diskresioner juga dapat mengalami lonjakan karena peningkatan lapangan kerja, ditambah dengan pasar perumahan yang lebih sehat, membuat konsumen cenderung berbelanja secara lebih royal untuk pembelian di luar bidang kebutuhan pokok konsumen.

Selain itu, investor juga dapat mengharapkan pengembalian yang solid di sektor-sektor defensif karena banyak pedagang yang berupaya mengalokasikan keuntungan mereka di sektor-sektor yang umumnya dianggap stabil selama penurunan pasar.

Kenaikan suku bunga secara umum memang memberikan sinyal buruk bagi pasar modal. Di Amerika Serikat (AS), bank sentral (Federal Reserve/The Fed) telah menaikkan suku bunga beberapa kali pada tahun ini.

Respon pelaku pasar di AS memang tidak menentu, terkadang mereka cenderung skeptis, terkadang pula mereka tidak terlalu memperdulikannya.

Namun belakangan ini, mereka kembali khawatir bahwa sikap hawkish The Fed masih akan berlanjut meski inflasi di Negeri Paman Sam mulai melandai.

Adapun sektor yang paling terdampak dari kenaikan suku bunga acuan adalah sektor teknologi, karena dengan suku bunga yang mengalami kenaikan, maka biaya pinjaman juga meningkat.

Di Indonesia sendiri, kinerja saham teknologi, terutama startup mulai tak lagi semenarik di awal-awal, di mana investor publik tampaknya sudah mulai enggan dengan 'basa-basi' bakar uang demi pertumbuhan yang akhirnya membuat perusahaan menderita kerugian.

Selain sektor teknologi, ada pula sektor konstruksi dan properti yang kurang diuntungkan dari kenaikan suku bunga BI.

Sektor properti akan tertekan karena masyarakat bisa mengurungkan niatnya untuk membeli properti. Namun, dampak tersebut relatif minim hal ini mengingat tren suku bunga di Indonesia masih relatif rendah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular