
Bunga Acuan Naik, Kode Keras Harga BBM Juga Bakal Naik?

Secara historis, BI memang langsung melakukan pengetatan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan sebelum atau setelah pemerintah menaikkan harga BBM subsidi. Sebagai catatan, pemerintah tengah menggodok sejumlah skenario untuk menekan konsumsi BBM subsidi termasuk Pertalite, salah satunya adalah dengan menaikkan harga. Sejauh ini, pemerintah baru menaikkan harga BBM non-subsidi termasuk Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex.
Kenaikan harga BBM tidak hanya memicu lonjakan harga BBM tetapi juga merembet kepada second round effect mulai dari kenaikan tarif transportasi, ongkos produksi, hingga distribusi. Dampak second round effect inilah yang menjadi perhatian besar BI.
Pada kenaikan harga BBM 2014, misalnya, BI langsung menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 bps menjadi 7,75% pada 18 November 2014. Kenaikan suku bunga dilakukan hanya sehari setelah pemerintah menaikkan harga BBM. Padahal, pada 11 bulan sebelumnya yakni Januari-November awal, BI mempertahankan suku bunga acuan BI Rate sebesar 7,50%.
Pada 2005, BI menaikkan suku bunga acuan secara perlahan lahan dari 8,5% pada awal Juli menjadi 10% pada September. Pada September-Desember 2005, BI langsung mengerek suku bunga sebesar 275 bps menjadi 12,75% pada akhir 2005.
Kenaikan dilakukan untuk menjangkar ekspektasi kenaikan inflasi setelah harga BBM disesuaikan sebanyak dua kali yakni pada Maret dan Oktober 2005.
Pada 2008, BI juga menaikkan suku bunga acuan sebesar 125 bps selama tahun 2008 sehingga menjadi 9,25% pada bulan November untuk menekan laju inflasi akibat kenaikan harga BBM sbsidi pada Mei 2008.
Pada 2013, BI juga menaikkan suku bunga sebesar 175 bps menjadi 7,50% pada periode Juni hingga Desember sebagai bagian upaya menekan inflasi setelah harga BBM subsidi dinaikkan pada Juni 2013.
Ekonom Sucor Sekuritas Ahmad Mikail Samuel berharap langkah BI menaikkan suku bunga pada bulan ini belum terlambat. Pasalnya, bank sentral sejumlah negara sudah jauh melakukannya pada tahun ini atau bahkan pada akhir 2021.
"Inflasi sudah sangat tinggi sebenarnya. Makanya asing masih net sell di bonds. Real yield-nya tidak menarik. Kalau seperti ini, BI akan sangat agresif kalau hitungan inflasi mereka meleset," tutur Mikail kepada CNBC Indonesia.
Ekonom Bank Danamin Irman Faiz memperkirakan inflasi bisa terbang di kisaran 7,3% jika harga volatile items seperti makanan tidak kunjung turun. Sebaliknya, kenaikan harga Pertalite akan segera membuat inflasi semakin terbang.
"Kami memperkirakan setiap kenaikan Pertalite sebesar Rp 2.500 per liter akan menambah inflasi sebesar 2,4 percentage point (pcp)," tuturnya.
Irman memperkirakan BI masih memiliki banyak ruang untuk menaikkan suku bunga acuan hingga 100 bps untuk tahun ini. "Ada risiko jika BI akan menaikkan suku bunga acuan lebih tinggi dibandingkan perkiraan karena inflasi inti akan meningkat sangat pesat," imbuhnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]