Menanti Keputusan Suku Bunga BI, IHSG Dibuka Menghijau Nih

Putra, CNBC Indonesia
Selasa, 23/08/2022 09:13 WIB
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat 0,10% di 7.114,76 pada perdagangan Selasa (23/8/2022). Selang 5 menit IHSG lanjut menanjak 0,31% ke 7.130,13.

Kabar kurang sedap datang dari AS. Semalam, indeks saham acuan Bursa New York ditutup melemah signifikan.

Mengawali pekan ini, indeks Dow Jones drop 1,91% sedangkan indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite ambruk 2,14% dan 2,55%.


Di saat yang bersamaan, imbal hasil (yield) US Treasury 10 tahun yang dianggap sebagai aset minim risiko mengalami kenaikan dan ditutup di atas 3%.

Investor hingga saat ini masih mengantisipasi komentar terbaru Ketua The Fed Jerome Powell tentang kondisi inflasi dan potensi kenaikan suku bunga dalam simposium ekonomi tahunan bank sentral AS yang akan di helat di Jackson Hole, Wyoming hari Jumat (26/8) mendatang.

"Ketua Fed, Powell kemungkinan akan terdengar jauh lebih hawkish selama pidatonya di Jackson Hole pada Jumat (26/8) pukul 10 pagi daripada yang dilakukan pada konferensi pers 27 Juli 2022, ketika dia mengatakan suku bunga Fed Fund sudah kembali ke netral," tulis Analis Wolfe Research Chris Senyek yang dikutip CNBC International.

Sementara itu dari dalam negeri, investor menanti arahan dari Geng MH Thamrin soal kebijakan suku bunga acuan di bulan Agustus 2022.

Konsensus memperkirakan BI masih akan menahan suku bunga acuan di level terendahnya yaitu 3,5% untuk bulan ini.

IHSG di awal pekan sudah terkoreksi cukup dalam yang mengindikasikan adanya aksi ambil untung atau profit taking setelah mengalami reli cukup panjang dalam sebulan terakhir.

Di sisi lain nilai tukar rupiah juga mengalami pelemahan 5 hari beruntun. Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Edi Susianto menuturkan pelemahan rupiah didominasi oleh sentimen global, khususnya pelaku pasar yang kembali khawatir terkait perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

"Hal tersebut didorong rilis data di US khususnya sektor perumahan dan sektor manufaktur yang melambat," ungkap Edi, Senin (22/8/2022).

Selain itu, dia mengatakan pelaku pasar juga melihat adanya risiko perlambatan ekonomi China akibat berlanjutnya kenaikan kasus Covid-19 dan perkiraan kelangkaan energi di beberapa kawasan di Negeri Panda tersebut akibat adanya gelombang panas.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PHK Mengancam, Saham Ini Bisa Jadi Sumber Cuan Darurat